Sabtu, 11 Juni 2011

menjaga mutu pelayanan kebidanan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada saat ini permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masalah kesehatan yang terjadi pada kelompok ibu dan anak, yang ditandai antara lain masih tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Kematian pada masa maternal mencerminkan kemampuan negara dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Masalah kesehatan ibu dan anak masih tetap menempatkan posisi penting karena menyangkut kualitas sumber daya manusia yang paling hulu yaitu masa kehamilan, persalinan dan tumbuh kembang anak. Angka Kematian Ibu menurut SKRT tahun 1995 adalah 373 per 100.000 kelahiran hidup, hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukan bahwa sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam, 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab. Berdasarkan hasil konferensi Internasionan Kependudukan dan Pembangunan (international Conference Population Development (ICPD)) di Kairo, AKI tersebut masih jauh dari target internasional yaitu 125 per 100.000 kelahiran hidup sampai tahun 2005 dan 75 per 100.000 kelahiran hidup sampai tahun 2015. Terkait dengan tingginya AKI, hasil Assessment Safe Motherhood di Indonesia tahun 1990/1991 menyebutkan diantaranya bahwa Kematian ibu terjadi 10 kali lebih sering pada saat persalinan dibandingkan pada masa kehamilan. Salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB adalah dengan diselenggarakannya pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dasar berkualitas yaitu Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas, dan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit Kabupaten/Kota dan Rumah Sakit Propinsi. Berdasarkan uraian hasil studi pendahuluan ditemukan beberapa ketidak puasan pasien menyangkut dimensi mutu layanan seperti keandalan petugas, dimana pemeriksaan pasien tidak tepat waktu, waktu pelayanan yang lama, ketanggapan petugas, seperti lambatnya mendapatkan pelayanan atau pengobatan, lambatnya petugas menanggapi keluhan pasien, jaminan , seperti petugas jaga judes dan cerewet, petugas sering salah dalam memasang infus, empati seperti petugas yang kurang memperhatikan pasien, petugas tidak membantu pasien ketika pasien kesulitan ke kamar mandi/makan dan bukti langsung seperti ruangan yang kotor, tidak nyaman, alat-alat kebutuhan pasien rusak, dan seterusnya. Keadaan mutu pelayanan rawat inap kebidanan yang belum sesuai dengan yang diharapkankan pasien, dan ungkapan ketidak kepuasan pasien tersebut , membuat peneliti tertarik untuk melakukan pengkajian secara ilmiah pada permasalahan mutu layanan rawat inap kebidanan dan kepuasan yang ditinjau dari sisi persepsi pasien. Dimana mutu dalam kaitannya dengan kepuasan adalah segala sesuatu yang dirasakan atau dianggap atau dipersepsikan oleh seseorang (pelanggan) sebagai mutu. Sedangkan kepuasan sesuai pernyataan Kotler (1997) merupakan tingkat perasaan seseorang (pelanggan) setelah membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan (pelayanan yang diterima dan dirasakan) dengan yang diharapkan.
Kesimpulan bahwa untuk meningkatkan kepuasan pasien maka perlu perbaikan mutu empati dan bukti lansung pelayanan kebidanan secara bersama-sama. Disarankan kepada Unit Rawat Inap Kebidanan untuk meningkatkan mutu empati: mengedepankan keramahan dalam pelayanan pelatihan, penguasaan komunikasi terapeutik, costumer servis. Pada mutu bukti langsung: menyediakan ruang tunggu untuk keluarga pasien, pengadaan alat-alat kebutuhan dasar pasien, pemisahan antara kamar mandi pasien dengan kamar mandi umum dan penempatan petugas khusus yang bertugas membersihkan serta mengawasi kebersihan unit rawat inap kebidanan.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan apa itu mutu pelayanan kesehatan!
2. Menjelaskan apa itu mutu pelayanan kebidanan!
3. Menjelaskan bagaimana manajemen mutu terpadu dalam pelayanan kebidanan!
4. Mengetahui cara perbaikan kualitas mutu pelayanan kesehatan!
5. Mengetahui bentuk program menjaga mutu pelayanan kebidanan!



C. Tujuan
1. Mampu mengetahui dan mampu menjelaskan apa itu mutu pelayanan kesehatan.
2. Mampu menjelaskan apa itu mutu pelayanan kebidanan.
3. Mampu mengetahui bagaimana manajemen mutu terpadu dalam pelayanan kebidanan.
4. Mampu mengetahui cara perbaikan kualitas mutu peelayanan kesehatan.
5. Mampu mengetahui bentuk-bentuk program menjaga mutu pelayanan kebidana.
























BAB II
PEMBAHASAN

A. Mutu Pelayanan Kesehatan
Pelayanan bermutu atau berkualitas sering dikaitkan dengan biaya. Rosemary E. Cross mengatakan bahwa secara umum pemikiran tentang kualitas sering dihubungkan dengan kelayakan, kemewahan, kecantikan, nilai uang, kebebasan dari rasa sakitdan ketidaknyamanan, usia harapan hidup yang panjang, rasa hormat, kebaikan. Pelayanan kesehatan adalah Setiap upaya yang di selenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
Tujuan program menjaga mutu secara umum dapat di bedakan menjadi dua yaitu:
1. Tujuan umum
Tujuan umum program menjaga mutu adalah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan yang di selenggarakan.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus program menjaga mutu pelayanan dibagi menjadi lima yaitu:
 Diketahui masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
 Diketahui penyebab munculnya masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
 Tersusunnya upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang di temukan.
 Terselenggaranya upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan.
 Tersusunnya saran tidak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.


B. Mutu Pelayanan Kebidanan
Mutu pelayanan kebidanan adalah tingkat kesempurnaan dan standar yang telah di tetapkan dalam memberikan pelayanan kebidanan untuk mengurangi tingkat kematian. Mutu pelayanan kebidanan menunjukan pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan rasa puas pada klien. Kualitas jasa adalah bagian terpenting dalam memberi kepuasan kepada pelanggan. Pelayanan kebidanan dibawah naungan organisai profesi juga terus berusaha meningkatkan kualitas pelayanan. Kepuasan pasien dan kepercayaan pasien terhadap suatu organisasi sebenarnya sangat memegang peranan penting dalam persaingan disegmen pasar karena pasien/klien sebagai pelanggan merupakan alat promosi yang paling efektif dan akurat untuk menarik perhatian pelanggan lainnya dengan cara memberi informasi kepada orang lain.
Kepuasan pelanggan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterima ,dalam hal ini asfek komunikasi memegang peranan penting.
2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukan oleh petugas kesehatan.
3. Biaya (cost) , tingginya biaya pelayanan kesehatan dapat dianggap sebagai sumber moral pasien dan keluarganya.
4. Penampilan fisik ( kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan.
5. Jaminan keamanan yang ditunjukan oleh petugas kesehatan.
6. Keandalan dan keterampilan( reabiliti ) petugas kesehatan dalam memberikan perawatan.
7. Kecepatan petugas dalam memberi tanggapan terhadap keluhan pasien.
Untuk menurunkan angka kematian ibu(AKI) perlu peningkatan standar dalam menjaga mutu pelayanan kebidanan. Ujung tombak penurunan AKI tersebut adalah tenaga kesehatan , dalam hal ini adalah bidan. Untuk itu pelayanan kebidanan harus mengupayakan peningkatan mutu dan memberi pelayanan sesuai standar yang mengacu pada semua persyaratan kualitas pelayanan dan peralatan kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Fokus pembangunan kesehatan terhadap tingginya AKI masih terus menjadi perhatian yang sangat besar dari pemerintah karena salah satu indikator pembangunan sebuah bangsa AKI dan AKB. Tingginya AKI di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa factor :
a. Faktor masyarakat
Masyarakat dalam hal ini merupakan pengguna jasa pelayanan kesehatan
cenderung masih kurang memahami:
 Kesehatan reproduksi
 Pentingnya pemeriksaan kesehatan selama masa kehamilan
 Perilaku hidup sehat dan gaya hidup yang cenderung berubah dan sulit menerima perubahan
 Peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan yang sangat minim.
b. Faktor tenaga kesehatan
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang sangat berperan dalam pelayanan kebidanan dan kurangnya keterampilan dan pengetahuan bidan dan menyebabkan hal yang sangat fatal dalam penyelamatan nyawa seorang ibu karena bidan adalah tenga kesehatan yang paling dekat pada masyarakat yang secara khusus memberi pelayanan kebidanan kepada ibu dan sebagai pengambil keputusan terhadap seorang yang telah memercayakan dirinya berada dalam asuhan dan penanganan bidan.
Kurangnya keterampilan bidan dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
 Faktor usia bidan yang masih relative muda sehingga terkadang ragu dalam mengambil keputusan dan kurang meyakinkan masyarakat.
 Kemampuan komunikasi dengan masyarakat yang masih relative rentan serta keterbatasan dalam kemampuan penyesuaian diri dengan kondisi sosial budaya setempat.
 Kebutuhan bidan yang masih banyak untuk seluruh Indonesia dalam rangka penurunan AKI dan mengantisipasi pertolongan persalinan oleh dukun yang masih tinggi.
 Orientasi pendidikan kebidanan sebagai pencetak bidan masih belum mengarah penuhnya pada kualitas lulusannya dan tidak mengarah pada paradigma baru yang terus- menerus mengarah pada peningkatan kualitas.
 Bidan senior yang memang telah berpengalaman di lapangan dalam menolong persalinan kurang mempunyai minat untuk terus mengembangkan diri dan melatih diri, meningkatkan pengetahuan, dan mengetahui perkembangan ilmu yang ada saat ini ( up to date) sehingga cenderung masih lazim menggunakan praktik yang tidak lagi didukung secaran ilmiah.
 Terbatasnya fasilitas pengembangan keterampilan bidan itu sendiri karena biaya dan waktu juga tenaga yang melatih terbatas.
 Bidan sering lupa tentang prinsif pokok asuhan kebidanan dan konsep kebidanan itu sendiri.
Kurangnya keterampilan bidan tentu dapat menyebabkan berbagai macam masalah dalam memberi asuhan , sementara tujuan bidan didik dan ditempatkan ditengah masyarakat adalah menurunkan AKI. kurangnya keterampilan dapat menyebabkan hal-hal yang sering kali menjadi penyebab kematian ibu, seperti terlambat mendapat pertolongan, terlambat merujuk, terlambat mengambil keputusan, terlambat mengenali risiko tinggi pada klien sehingga penanganan kehamilan dan persalinan dengan risiko tinggi terlambat dilakukan.
Kurangnya keterampilan bidan berkomunikasi juga dapat mengakibatkan penggerakan peran serta aktif masyarakat untuk pembangunan kesehatan dan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan diri dan keluarganya kurang maksimal. Penyuluhan kesehatan dan konseling untuk mengubah perilaku masyarakat juga kurang memuaskan. Keterampilan berkomunikasi dan beradaptasi juga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan pasien dan keinginan pasien untuk menggunakan jasa yang diberikan oleh bidan. Untuk itu, diharapkan bidan juga mampu melakukan komunikasi yang baik dan menguasai keterampilan berkomunikasi.
c. Faktor pemerintah
Perhatian pemerintah pada pelayanan kebidanan masih berfokus pada kuantitas tenaga kesehatan itu sendiri dan berorientasi pada distribusi atau penyebaran tenaga kesehatan tersebut guna memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di tiap wilayah dan meningkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Dibutuhkan kebijakan pemerintah yang tegas terhadap penyebaran tenaga kesehatan agar bidan mau ditempatkan di pedesaan dan daerah terpencil.

C. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pelayanan Kebidanan
Untuk dapat menyelenggarakan program menjaga mutu, perlu dipahami apa yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Roberts dan Prevost telah berhasil membuktikan adanya perbedaan dimensi tersebut, yaitu:
 Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dalam melayani pasien,dan/atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita pasien.
 Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan/ atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan pasien.
 Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, dan/atau kemampuan menekan biaya penyandang dana.
Peran bidan dalam peningkatan mutu pelayanan kebidanan yaitu :
 Bidan harus mengakui bahwa mereka ada di posisi utama untuk menganjurkan dan memelihara kualitas dan ini dapat dilakukan melalui kerja sama yang baik dengan menejer kebidanan mereka, direktur dari pelayanan keperawatan, sesama bidan, dan tenaga kesehatan lainnya.
 Bidan harus mencoba mengorganisasikan dan menganjurkan diskusi-diskusi tentang mutu pelayanan kesehatan ini akan membawa mereka terlibat dalam perkembangan strategi untuk pelayanan kebidanan yang tidak memisahkan pembeli dan penerima asuhan.
 Bidan harus menyetujui pengambilan keputusan dalam pelayanan kesehatan dapat sulit di lakukan dan kadang merupakan proses yang menyakitkan.
 Bidan harus mengarti manajemen yang aktif, baik mengelola pelayanan kebidanan maupun memberi asuhan langsung kepada ibu dan bayi yang meliputi identifikasi dan ukuran hasil klinis dalam kontrak (asuhan).
 Bidan harus menyetujui bahwa kualitas adalah persoalan yang akan menyatukan mereka dengan profesional lain.
 Bidan juga harus terus berinisiatif mengambil posisi dalam perencanaan pelayanan kesehatan, pemantauan, dan pendidikan.
 Bidan harus belajar, mengerti dan bekerja untuk menghasilkan kualitas dan sasaran menuju masa yang akan datang.

D. Perbaikan Kualiatas Mutu Pelayanan Kesehatan
1. Bidan sebagai provider
Peran dan fungsi bidan profesional dalam upaya pelayanan kebidanan berfokus kesehatan reproduksi adalah sbb:
 Pelaksana, bidan sebagai pemberi pelayanan kepada wanita dalam siklus kehidupannya, asuhan neonatus, bayi dan balita.
 Pengelola, bidan mengelola asuhan pelayanan kebidanan di setiap tatanan pelayanan kesehatan, institusi dan komunitas.
 Pendidik, bidan memberi pendidikan kesehatan dan konseling, dalam asuhan dan pelayanan kesehatan di institusi dan komunitas.
 Peneliti, yang di maksud peneliti di sini adalah asisten peneliti yang membantu penelitian dalam ruang lingkup asuhan kebidanan .
Bidan harus mampu menjadi konselor untuk menjalankan peran dan fungsinya sebagai pendidik di tengah- tengah masyarakat, bidan sebagai konselor, bidan harus mampu meyakinkan ibu bahwa ia berada dalam asuhan orang yang tepat sehingga ibu mau berbagi cerita seputar permasalahan kesehatan reproduksi yang di alaminya dan ibu mau menerima asuhan yang di berikan bidan.
2. Organisasi profesi
Organisasi profesi adalah badan yang akan menerima masukan dari pelanggang tentang autput (puas/tidak puas,baik/tidak baik) yang dirasakan oleh pelanggan dari sebuah system pelayanan, yang turut bertanggung jawab membina pemasuk, kelompok kerja dan pemilik dalam proses. AKI dan AKB yang masih tinggi di Indonesia masih menjadi perhatian utama dalam pembangunan bangsa karena AKI merupakan indikator kesejahteraan sebuah bangsa dalam penurunan AKI dan AKB, peran bidan sangat penting karena bidan sebagai pemberi pelayanan kepada ibu dan anak yang tersebar dari tingkat pedesaan sampe perkotaan. Walaupun pada kenyataannya penyebaran tenaga bidan di tingkat desa masih belum memadai dan di perkotaan pelayanan kebidanan yang ditangani bidan lebih besar dari pada yang ditangani dokter sepesialis kebidanan. Bidan adalah SDM yang di butuhkan untuk peningkatan derajat kesehatan bangsa Indonesia yang di fokuskan untuk penurunan AKI dan AKB. Untuk itu, perlu penyediaan SDM yang sebaik-baiknya dengan menciptakan bidan yang professional.Pendidikan berkelanjutan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, hubungan antar manusia dan moral bidan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/pelayanan dan standar yang telah di tentukan oleh hasil konsil melalui pendidikan formal dan non formal.
Tujuan pendidikan berkelanjutan adalah :
 Pemenuhan standar. Dalam hal ini standar kemampuan yang telah di tentukan oleh konsil kebidanan untuk melakukan regristasi untuk mendapatkan praktik bidan
 Meningkatkan produktivitas kerja
 Meningkatkan pemahaman tentang etika profesi
 Meningkatkan karier
 Meningkatkan kepemimpinan
 Meningkatkan kepuasan konsumen

E. Bentuk-Bentuk Program Menjaga Mutu Pelayanan Kebidanan
a. Lisensi
Lisensi adalah proses administasi yang dilakukan oleh pemerintah atau yang berwewenang berupa surat izin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri.
b. Akreditasi
Akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang terbuka.
c. Standarisasi
Standarisasi adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan yaitu yang menyangkut masukan proses dari system pelayanan kesehatan.
I. Program Menjaga Mutu Konkuren
a. Pengertian
Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.
Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengan Keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya. Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan.
b. Tujuan
Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tujuan antara
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan.
2. Tujuan akhir
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi.
c. Manfaat
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:

• Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
• Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
• Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
• Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan .
d. Syarat
Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari persyaratan yang dimaksud dan dipandang penting ialah:
1. Bersifat khas
Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga mutu.
2. Mampu melaporkan setiap penyimpangan
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu program menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.
3. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan
Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang baik.
4. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi
Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program yang baik.


5. Mudah dilaksanakan
Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self assesment). Ada baiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan kesehatan .
6. Mudah dimengerti
Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.
e. Perbaikan kualitas pelayanan kebidanan
Dalam pelayanan kebidanan di Indonesia, perbaikan kualitas pelayanan kebidanan melibatkan pihak-pihak terkait, baik langsung maupun tidak langsung dalam pemberian asuhan kebidanan itu sendiri. Pihak-pihak terkait tersebut adalah bidan, organisasi profesi, pemerintah, dan pendidikan kebidanan.
1. Bidan sebagai provider
Bidan harus mampu menjadi konselor untuk menjalankan peran dan fungsinya sebagai pendidik di tengah-tengah masyarakat. Sebagai konselor, bidan harus mampu meyakinkan ibu bahwa ia berada dalam asuhan orang yang tepat sehingga ibu mau berbagi cerita seputar permasalahan kesehatan reproduksi yang dialaminya dan ibu mau menerima asuhan yang diberikan bidan.
Sifat seorang konselor yang baik :
 Mau mengajar dari dan melalui pengalaman
 Mampu menerima orang lain
 Mau mendengarkan dan sabar
 Optimis
 Respek
 Terbuka terhadap pandangan dan interaksi yang berbeda
 Tidak menghakimi
 Menyimpan rahasia
 Mendorong pengambilan keputusan
 Memberi dukungan
 Membentuk dukungan atas dasar kepercayaan
 Mampu berkomunikasi
 Mengerti perasaan dan kekhawatiran orang lain
 Mengerti keterbatasan mereka
2. Organisasi profesi
Bidan berada di bawah naungan sebuah organisasi profesi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang terus-menerus memperhatikan peningkatan kualitas anggotanya dan juga selalu berupaya untuk tetap memberi pelayanan yang terbaik dan meningkatkan terus mutu pelayanan kebidanan. Organisasi profesi IBI merupakan tempat bagi bidan untuk menyampaikan aspirasi, ide, dan pemikiran mereka serta menjamin keprofesionalan para anggotanya. Oleh karena itu, IBI harus terus berupaya dan berjuang meningkatkan keterampilan klinis dan komunikasi anggotanya.
Banyak upaya telah dilakukan organisasi profesi untuk tetap meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan, antara lain :
 Mengharuskan setiap anggotanya untuk mempunyai standar kompetensi minimal dan terus meningkatkan keterampilan serta pengetahuan mereka. Standar kompetensi minimal terpenting dalam menjaga keselamatan ibu dan anak harus dikuasai bidan.
 Pelatihan APN, dalam rangka mengurangi risiko kematian pada ibu melahirkan dan mengurangi serta menurunkan angka kematian ibu dan anak.
 IBI tahun 2004, meluncurkan program Bidan Delima. Bidan Delima merupakan program mencapai standar pelayanan tinggi sesuai dengan aturan organisasi kesehatan dunia (world health organization/WHO), seperti kemampuan bidan menolong persalinan sampai asuhan pada masa nifas/pascapersalinan, masa interval, pelayanan keluarga berencana (KB), kewaspadaan universal (pemberian pelayanan yang aman dan penggunaan alat-alat steril), memperlakukan pasien secara manusiawi.
 IBI selalu mengupayakan anggotanya dapat meningkatkan kualitas diri dan pelayanannya, baik untuk jenjang pendidikan bidan maupun kemudahan penyediaan sarana klinik bidan swasta, seperti menjalin kerja sama dengan organisasi dan badan keuangan untuk penyediaan kredit modal kerja berupa obat-obatan bebas maupun obat-obatan kontrasepsi. Program ini dikenal dengan program pemberdayaan keluarga melalui penyaluran kredit bidan mandiri. Dengan demikian, bidan swasta mampu memberi pelayanan KB mandiri terutama pada keluarga yang relatif kurang mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Bidan juga mendapat bantuan pinjaman dana untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
 Memberi motivasi kepada anggotanya melalui pemberian penghargaan kepada bidan. Misalnya, IBI DKI member penghargaaan kepada bidan dengan criteria “Bidan Bersih Prestasi”, “Bidan Bintang”, “Bidan Sahabat”, “Bidan Delima”.
STARH (Sustaining Technical Achievement in Reproductive Health) membantu IBI menyusun suatu sistem pelatihan terpadu hingga seorang bidan yang telah mengikuti pelatihan ini menjadi bidan yang berkualitas untuk member pelayanan KB sesuai standar. Dengan memiliki kemampuan berkualitas, seorang bidan Delima diharapkan dapat memberi pelayanan terbaik hingga kepuasan pelanggannya meningkat dan pada akhirnya kepercayaan pelanggan pun makin meningkat.
3. Dukungan pemerintah
Dukungan pemerintah terhadap program IBI juga sangat dibutuhkan. Perhatian pemerintah terhadap pelayanan kebidanan dan pendidikan kebidanan mempunyai peran sangat penting untuk peningkatkan kualitas pelayanan kebidanan.
Di sektor pendidikan, misalnya, tenaga bidan yang masih sangat minim membuat pemerintah membuka seluas-luasnya kesempatan penyelenggaraan pendidikan kebidanan sementara di Indonesia. Sampai sekarang strata pendidikan kebidanan belum ada yang mencapai S1. Pilihan bagi bidan hanya mencakup diploma (D3 atau D4), sementara untuk meneruskan pendidikan di luar negeri tentu membutuhkan biaya besar.
4. Pendidikan bidan
Cara yang paling tepat untuk berhasil melaksanakan kebijakan mutu yang jelas adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Bidan yang di didik dengan fokus pada kualitas tentu memberi sumbangan kecakapan, keterampilan, dan professional bagi bangsa dan Negara.
II. Program Menjaga Mutu Retrospektif
1. Pengertian
Program menjaga mutu restrospektif adalah yang diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana pelayanan .atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif adalah : Record review, tissue,review, survei klien dan lain-lain.
Pengukuran mutu restrofektif adalah suatu pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang di lakukan setelah penyelenggaraan kesehatan yang di lakukan setelah penyelenggaraan layanan kesehatan selesai di laksanakan.
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan pelanggan (ASQC dalam Wijoyo, 1999).
Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Din ISO 8402, 1986).
Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984).
Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.
2. Fungsi-fungsi dalam kegiatan menjaga mutu
Pada dasarnya program menjaga mutu merupakan suatu proses kegiatan di RS yang dibakukan dan menjalankan fungsi-fungsinya :
 Pemantauan (monitoring)
 Menilai (evaluasi)
 Melakukan tindakan (action) untuk koreksi pelayanan yang kurang baik.
Pemantauan(monitoring) adalah fungsi sistematik dan rutin mengumpulkan data dan informasi tentang proses dan outcome pelayanan. Satu hal yang penting mendapat perhatian agar fungsi pemantauan berjalan dengan baik, maka sistim pencatatan, pen-dokumentasian, dan pelaporan harus ditata dengan baik.
Menilai (evaluasi) adalah menilai dan menganalisa data dan informasi yang terkumpul tentang proses dan outcome. Fungsi ini adalah secara retrospektif mengidentifikasikan masalah yang telah terjadi dalam pelayanan pasien atau hal-hal yang menyim-pang dari standar yang sudah ditetapkan.
3. Metode yang digunakan pada program menjaga mutu
Untuk mengukur dan menilai mutu asuhan dilaksanakan melalui berbagai metode sesuai kebutuhan.
Metode yang digunakan adalah :
a. Audit adalah pengawasan yang dilakukan terhadap masukan, proses, lingkungan dan keluaran apakah dilaksanakan sesuai standar yang telah ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan konkuren atau retrospektif, dengan menggunakan data yang ada (rutin) atau mengumpulkan data baru. Dapat dilakukan secara rutin atau merupakan suatu studi khusus.
Pemeriksaan dan penilaian catatan rekam medik atau catatan lain merupakan kegiatan yang disebut sebagai audit. Pemeriksaan rekam medik pasien atau catatan lainnya sangat berguna sebagai kegiatan awal kelompok jaminan mutu layanan kesehatan akan denan mudah melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap hasil pemeriksaan tersebut.
Keuntungan dari audit :
 Pencatatan sudah tersedia.
 Audit akan mendorong melakukan pencatatan yang baik dan akurat.
Kekurangan audit :
 Pencatatan yang tidak akurat dan tidak lengkap menimbulkan pengukuran yang tidak akurat.
 Jika waktu terlalu banyak digunakan untuk pencatataan maka dapat terjadi waktu yaang tersedia melayani pasien akan menjadi berkurang.
b. Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.
c. Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien.
d. Observasi terhadap asuhan pasien, meliputi observasi terhadap status fisik dan perilaku pasien.
4. Manfaat
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:
a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
b. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
c. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
d. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
5. Syarat-syarat
Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dar persyaratan yang dimaksud dan dipandang penting ialah:


a. Bersifat khas
Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga mutu.
b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu program menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.
c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan
Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang baik.
d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi
Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program yang baik.
e. Mudah dilaksanakan
Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self assesment). Ada baiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan kesehatan .
f. Mudah dimengerti
Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.
6. Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan
Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengan keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya.Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan.
a. Unsur masukan
Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik, perlengkapan serta peralatan. Secara umum disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standardofpersonnel and facilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan (Bruce 1990).
b. Unsur lingkungan
Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah kebijakan,organisasi, manajemen. Secara umum disebutkan apabila kebijakan,organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau tidak bersifat mendukung, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan.
c. Unsur proses
Yang dimaksud dengan unsur proses adalah tindakan medis,keperawatan atau non medis. Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of conduct), maka sulitlah diharapkan mutu pelayanan menjadi baik (Pena, 1984).



III. Program Menjaga Mutu Internal
1. Pengertian
Pengertian program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa diantaranya yang dipandang cukup penting adalah:
a. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller, 1989).
b. Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu sistem, sesuai dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut (Ruels & Frank, 1988).
c. Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi dan penyelesaian masalah pelayanan yang diselenggarakan, serta mencari dan memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan (The American Hospital Association, 1988).
d. Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan (Joint Commission on Acreditation of Hospitals, 1988).
Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya tidak sama namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan utama, yakni rumusan kegiatan yang akan dilakukan, karakteristik kegiatan yang akan dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut.
Jika ketiga rumusan tersebut disarikan dari keempat pengertian program menjaga mutu diatas, dapatlah dirumuskan pengertian program menjaga mutu yang lebih terpadu. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.
Program Menjaga Mutu Internal (Internal Quality Assurance), yang dimaksud dengan Program menjaga mutu internal adalah bentuk kedudukan organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu berada di dalam institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini di dalam institusi pelayanan kesehatan tersebut dibentuklah suatu organisasi secara khusus diserahkan tanggung jawab akan menyelenggarakan Program Menjaga Mutu.
2. Tujuan
Tujuan Program Menjaga Mutu secara umum dapat dibedakan atas dua macam. Tujuan tersebut adalah:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum Program Menjaga Mutu adalah untuk lebuih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas lima macam yakni:
 Diketahuinya masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarkan,
 Diketahuinya penyebab munculnya masalah kesehatan yang diselenggarakan,
 Tersusunnya upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang ditemukan,
 Terselenggarakan upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang ditemukan,
 Tersusunnya saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
3. Macam-macam program menjaga mutu internal
Jika ditinjau dari peranan para pelaksananya, secara umum dapat dibedakan atas dua macam:
 Para pelaksana Program Menjaga Mutu adalah para ahli yang tidak terlibat dalam pelayanan kesehatan (expert group) yang secara khusus diberikan wewenang dan tanggung jawab menyelenggarakan Program Mnejga Mutu.
 Para pelaksana Program Menjaga Mutu adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan (team based), jadi semacam Gugus Kendali Mutu, sebagaimana yang banyak dibentuk di dunia industri.
Dari dua bentuk organisasi yang dapat dibentuk ini, yang dinilai paling baik adalah bentuk yang kedua, karena sesungguhnya yang paling bertanggung jawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu seyogyanya bukan orang lain melainkan adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan itu sendiri.
IV. Program Menjaga Mutu eksternal
Pada bentuk ini kedudukan organisasi yang bertanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu berada di luar institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk itu, biasanya untuk suatu wilayah kerja tertentu dan untuk kepentingan tertentu, dibentuklah suatu organisasi di luar institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang bertanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu. Misalnya, suatu Badan Penyelenggara Program Asuransi Kesehatan, untuk kepentingan programnya, membentuk suatu Unit Program menjaga Mutu, guna memantau, menilai, serta mengajukan saran-saran perbaikan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh berbagai institusi pelayanan kesehatan yang tergabung dalam program yang dikembangkannya.
Pada program menjaga mutu eksternal seolah-olah ada campur tangan pihak luar untuk pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh suatu institusi pelayanan kesehatan, yang biasanya sulit diterima.
1. Menetapkan masalah mutu
Masalah adalah sesuatu hal yang tidak sesuai dengan harapan. Dengan demikian, masalah mutu layanan kesehatan adalah kesenjangan yang terjadi antara harapan dengan kenyataan dari berbagai dimensi mutu layanan kesehatan termasuk kepuasan pasien, kepuasan petugas kesehatan, dan kepatuhan petugas kesehatan dalam menggunakan standar layanan kesehatan sewaktu memberikan layanan kesehatan kepada pasien.
Masalah mutu layanan kesehatan dapat dikenali dengan berbagai cara antara lain :
a. Melalui pengamatan langsung terhadap petugas kesehatan yang sedang melakukan layanan kesehatan
b. Melalui wawancara terhadap pasien dan keluarganya, masyarakat, serta petugas kesehatan
c. Dengan mendengar keluahan pasien dan keluarganya, masyarakat, serta petugas kesehatan
d. Dengan menbaca serta memeriksa catatan dan laporan serta rekam medik.
Inventarisasi masalah mutu layanan kesehatan dasar akan dilakukan oleh kelompok. Jaminan mutu layanan kesehatan melalui curah pendapat atau teknik kelompok nominal. Setiap anggota kelompok diminta mengemukakan sebanyak mungkin masalah mutu layanan kesehatan. Setelah terkumpul, masalah utu tersebut harus diseleksi untuk membedakan mana yang benar-benar masalah mutu atau bukan. Seleksi dilakukan melalui klarifikasi dan komfirmasi terhadap masalah yang terkumpul.
Klarifikasi di sini ditujukan untuk menghilangkan atau memperjelas masalah yang belum atau tidak jelas dan untuk menghindari terjadinya masalah mutu layanan kesehatan yang tumpang tindih. Komfirmasi maksudnya adalah terdapatnya dukungan data untuk setiap masalah yang telah diklarifikasikan sebagai bukti bahwa masalah mutu layanan kesehatan memang ada.
Setelah dilakukan klarifikasi dan konfirmasi, maka yang bukan masalah mutu akan disingkirkan, sementara masalah mutu yang tersisa akan ditentukan prioritasnya. Masalah mutu yang baik dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk mencari pengalaman dalam memecahkan masalah mutu layanan kesehatan. Karakteristik masalah mutu semacam ini antara lain :
 Mudah dikenali, karena biasanya dapat dipecahkan dengan mudah dan cepat
 Masalah mutu layanan kesehatan, yang menurut petugas layanan penting
 Masalah mutu layanan kesehatan yang mempunyai hubungan emosional dengan petugas layanan.
2. Menetapkan penyebab masalah mutu
Sebelum menentukan penyebab masalah adalah menentukan lokal masalah. Setelah ditentukan dimana proses lokasi masalah, ada kalanya harus dilengkapi dengan bagan atau diagram alur layanan, kelompok kelompok pemecahan masalah dapat melanjutkan langkah berikutnya yaitu menetapkan penyebab masalah. Kelompok menentukan penyebab masalah melalui curah pendapat atau kelompok teknik nominal. Sebagai alat bantu, kelompok dapat menggunakan diagram tulang ikan. Berikut cara menggunakan diagram tulang ikan.
 Tulis pertanyaan masalah pada kepala ikan yang berada di sisi kanan.
 Tentukan kategori duri utama. Ada yang memulai dari dua penyebab utama yaitu masukan dan proses, kemudian dari duri utama masing-masing dapat dipisah-pisah ke dalam subduri utama dan sub duri dan seterusnya sampai tidak dapat diuraikan lagi. Jika tidak dapat diuraikan berarti penyebab masalah sudah ditemukan. Ada pula yang membuat kategori duri utama langsung dengan kategori, misalnya manusia, alat, metode, lingkungan, pelatihan, supervisi dan sebagainya. Hal itu tidak menjadi masalah, yang terpenting adalah duri utama harus relevan dengan masalah.
 Kerjakan setiap duri utama secara berurutan. Upayakan mencari penyebab masalah dari berbagai sudut pandang, seperti sudut pandang pasien dan keluarganya, masyarakat, petugas layanan kesehatan, kepala pusat layanan kesehatan, pemerintahan daerah, atau dinas kesehatan sehingga memudahkan penemuan penyebab masalah.
Kesalahan yang sering terjadi dalam menggunakan diagram tulang ikan adalah sebagai berikut.
a. Membuat duri yang tidak relevan dengan masalah.
b. Membuat penyebab masalah dengan cara menyalahkan orang lain.
c. Menggali terlalu banyak penyebab masalah tanpa memikirkan keterkaitannya satu sama lain.
3. Menetapkan cara penyelesaian mutu
Untuk dapat menetapkan cara penyelesaian masalah mutu pelayanan kesehatan (problem solution), berikut merupakan beberapa langkah pokok yang harus dilakukan.
a. Menyusun daftar alternatif dengan cara penyelesaian masalah mutu.
Untuk dapat menyusun daftar alternatif cara penyelesaian masalah mutu, gunakanlah teknik berpikir kreatif yang saat ini banyak macamnya. Salah satu di antaranya yang dinilai paling sederhana dan mudah dilaksanakan adalah yang dikenal sebagai teknik analogi.
b. Menetapkan prioritas cara penyelesaian masalah mutu.
Untuk dapat menyusun daftar alternatif cara penyelesaian masalah mutu, gunakanlah teknik berpikir kreatif yang saat ini banyak macamnya. Salah satu di antaranya yang dinilai paling sederhana dan mudah dilaksanakan adalah yang dikenal sebagai teknik analogi.








BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk meningkatkan kepuasan pasien maka perlu perbaikan mutu empati dan bukti lansung pelayanan kebidanan secara bersama-sama. Disarankan kepada para tenaga kesehatan, bukan hanya kebidanan untuk meningkatkan mutu empati dengan mengedepankan keramahan dalam pelayanan pelatihan, penguasaan komunikasi terapeutik, costumer servis. Pada mutu bukti langsung: menyediakan ruang tunggu untuk keluarga pasien, pengadaan alat-alat kebutuhan dasar pasien, pemisahan antara kamar mandi pasien dengan kamar mandi umum dan penempatan petugas khusus yang bertugas membersihkan serta mengawasi kebersihan unit rawat inap kebidanan. Agar mutu pelayanan dapat berjalan dengan baik dan dengan pengadaan mutu pelayanan yang baik dapat memenuhi hak-hak pasien serta dapat mengurangi penderitaan pasien dengan adanya hal tersebut. Sehingga terjadi pemerataan pada setiap kalangan dalam hal peningkatan mutu pelayanan.
B. Saran
Disarankan kepada para tenaga kesehatan, bukan hanya kebidanan untuk meningkatkan mutu empati dengan mengedepankan keramahan dalam pelayanan pelatihan, penguasaan komunikasi terapeutik, costumer servis. Dan tidak dianjurkan adanya unsur-unsur yang seakan-akan menghilangkan hak seseoarang sebagai pasien.










DAFTAR PUSTAKA

http://endahpurnasari.blogspot.com/2010/08/faktor-yang-mempengaruhi-mutu-pelayanan.html
http://mulkasem.blogspot.com/2011/01/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-mutu.html
http://syehaceh.wordpress.com/2008/05/15/menjaga-mutu-quality-assurance/
http://endahpurnasari.blogspot.com/2010/08/standart-mutu-pelayanan-kebidanan-dari.html
http://eprints.undip.ac.id/23741/1/Dadang_Hermanto.pdf

PARADIGMA SEHAT DAN DESENTRALISASI PEMBANGUNAN KESEHATAN

Tugas Kelompok
PARADIGMA SEHAT DAN DESENTRALISASI PEMBANGUNAN KESEHATAN

OLEH: KELOMPOK IV
Anggi anggraini
Hermawati
Mawar handayani
Nirwana
Nur Fadhilah
Nur Henni
Syahridayanti
Nurlaila
Nur Rahmadani


JURUSAN KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga kami masih di beri kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik yang berjudul “Paradigma Sehat dan Desentralisasi Pembangunan Kesehatan”
Mudah mudahan dengan selesainya makalah ini dapat menjadi penuntun atau bahan ajar serta penambah ilmu bagi kita semua amin.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang bersangkutan dosen pembimbing ibu dr. Nurhira Abdul Kadir dan teman – teman sekalian yang telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membagun dari pembaca,wassalam.




Makassar, 28 Februari 2011


Penyusun
Kelompok IV



DAFTAR ISI
Halaman judul............................................................. ..............................................................1
Kata pengantar ............................................................. ............................................................2
Daftar isi ............................................................. ..................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.............................................................................................................4
B. Rumusan masalah....................................................................................................4
C. Tujuan penulisan................................................................................................. ............4
BAB II PEMBAHASAN
A. PARADIGMA SEHAT ............................................................................... .....5
1. Pengertian Paradigma........................................................................................5
2. Pengertian Paradigma Sehat............................................................................... .....5
3. Pengertian Indonesia Sehat 2010............................................................................. .....5

B. DESENTRALISASI PEMBANGUNAN KESEHATAN............................................7
1. Strategi Pembangunan Kesehatan ........................................................................ .....10

C.EVALUASI PEMBANGUNAN KESEHATAN DI TAHUN 2011............................ .....11

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................................13
B. saran......................................................................................................................14
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dengan diterapkannya desentralisasi kesehatan di Indonesia, memberikan ruang yang lebih bagi pemerintah daerah untuk dapat menyikapi sendiri permasalahan kesehatan yang dihadapi di daerah tersebut. Tentunya hal ini akan mempersempit “lahan” departemen kesehatan dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan kesehatan di Indonesia. Pola sentralisasi dari pemerintahan sebelumnya sudah begitu melekat dalam praktek pemerintahan sehingga akan menimbulkan konflik birokrasi jika berhadapan dengan sistem desentralistik dengan model bottom to up seperti yang terlihat dimasa ini.
Merupakan hal yang wajar jika suatu sistem akan mempertahankan inersianya jika terjadi perubahan kondisi yang mempengaruhi sistemnya. Begitu juga halnya dengan reformasi sentralisasi menjadi desentralisasi ini. Namun jika pemerintah daerah tidak segera menyikapi peluang ini dengan efektif, dalam arti lemahnya respon pemerintah daerah, maka akan berdampak dilaksanakannya sistem desentralistik yang parsial, dimana pemerintah pusat masih memegang berbagai peranan yang seharusnya diperankan oleh pemerintah daerah.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apakah yang dimaksud dengan paradigma sehat ?
b. Apakah yang dimaksud dengan desentralisasi dalam pembangunan kesehatan ?
C. TUJUAN PENULISAN
a. Mengetahui dan memahami paradigma sehat
b. Mengetahui dan memahami desentralisasi pembangunan kesehatan




BAB II
PEMBAHASAN
A. PARADIGMA SEHAT
1. PENGERTIAN PARADIGMA SEHAT
• Paradigma Sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik
• Melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor
• Upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan,
• Bukan hanya panyembuhan orang sakit atau pemulihan kesehatan

2. PERUBAHAN PARADIGMA
• Paradigma sakit: upaya membuat orang sakit menjadi sehat
• Paradigma sehat: upaya membuat orang sehat tetap sehat
• Paradigma sehat mengutamakan: upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif

3. PENGERTIAN INDONESIA SEHAT 2010
1. Indonesia Sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang penduduknya hidup dalam:
2. Lingkungan sehat,
3. Perilaku sehat,
4. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata,
5. Memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tinggi nya.

Visi Kesehatan
• Untuk mewujudkan paradigma sehat tersebut ditetapkan visi, yaitu gambaran, prediksi atau harapan tentang keadaan masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang, yaitu:
• Indonesia Sehat 2010

Pengertian Lingkungan Sehat
• Lingkungan Sehat adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang:
• Bebas polusi,
• Tersedia air bersih,
• Sanitasi lingkungan memadai,
• Perumahan dan pemukiman sehat
• Perencanaan kawasan berwawasan kesehatan,
• Kehidupan masyarakat saling tolong-menolong.

Pengertian Perilaku Sehat
• Perilaku Sehat adalah perilaku proaktif untuk;
• Memelihara dan meningkatkan kesehatan,
• Mencegah resiko terjadinya penyakit,
• Melindungi diri dari ancaman penyakit,
• Berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat

Misi Pembangunan Kesehatan
• Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan:
• Pelbagai sektor pembangunan harus memasukkan pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunan-nya: Program pembangunan yang tidak berkontribusi positif terhadap kesehatan, apalagi yang berdampak negatif terhadap kesehatan, seyogyanya tidak diselenggarakan.
• Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
• Kesehatan adalah tanggung jawab bersama setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta: Apapun peran yang dimainkan oleh pemerintah, tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang dapat dicapai
• Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau.
• Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat .
• Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.
• Tugas utama sektor kesehatan adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan segenap warganya: Oleh karena itu upaya kesehatan yang harus diutamakan adalah yang bersifat promotif-preventif yang didukung oleh upaya kuratif-rehabilitatif. Selain itu upaya penyehatan lingkungan juga harus diprioritaskan.


B. DESENTRALISASI PEMBANGUNAN KESEHATAN
Pengertian desentralisasi
Desentralisasi dalam arti umum didefinisikan sebagai pemindahan kewenangan, atau pembagian kekuasaan dalam perencanaan pemerintahan, manajemen dan pengambilan keputusan dari tingkat nasional ke tingkat daerah (Rondinelli, 1981). Secara lebih umum desentralisasi didefinisikan sebagai pemindahan kewenangan, kekuasaan, perencanaan pemerintahan, dan pengambilan keputusan dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah (Mills, dkk, 1989).
Dalam bidang kesehatan, desentralisasi kesehatan berarti memberikan peluang yang lebih besar bagi daerah untuk memanajemen usaha-usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerah tersebut. Sejatinya masalah kesehatan bukan mutlak urusan pusat, namun merupakan urusan bersama pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Desentralisasi pembangunan kesehatan bertujuan untuk mengoptimalkan pembangunan bidang kesehatan dengan cara lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan sistem desentralistik diharapkan program pembangunan kesehatan lebih efektif dan efisien untuk menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena sistem desentralistik akan memperpendek rantai birokrasi. Selain itu, sistem desentralistik juga memberi kewenangan bagi daerah untuk menentukan sendiri program serta pengalokasian dana pembangunan kesehatan di daerahnya. Keterlibatan masyarakat (community involvement) menjadi kebutuhan sistem ini untuk dapat lebih mengeksplorasi kebutuhan dan potensi lokal..
Implikasi desentralisasi pembangunan kesehatana adanya kebijakan desentralisasi dalam bidang kesehatan akan membawa implikasi yang luas bagi pemerintah daerah dan masyarakat. Implikasi tersebut dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif.
Dampak positif desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah sebagai berikut:
1) Terwujudnya pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi masyarakat.
2) Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan,
3) Optimalisasi potensi pembangunan kesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap,
4) Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya mengacu pada petunjuk atasan,
5) Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan kesehatan) tanpa mengabaikan peran serta sektor lain.

Dampak negatif muncul pada dinas kesehatan yang selama ini terbiasa dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat diharuskan membuat program dan kebijakan sendiri. Jika pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya yang handal dalam menganalisis kebutuhan, mengevaluasi program, dan membuat program, maka program yang dibuat tidak akan bermanfaat. Selain itu, pengawasan dana menjadi hal yang harus diperhatikan untuk menghindari penyelewengan anggaran.
Arus desentralisasi semakin menuntut pemotongan jalur birokrasi aparatur pemerintahan. Hal ini menjadi kendala karena perubahannya membutuhkan waktu yang lama dan komitmen dari aparatur pemerintah.
Fakta yang terjadi di lapangan Data APBN 2008 menunjukkan, ternyata 65 persen dari total anggaran berputar di daerah, 35 persen di antaranya transfer dari pemerintah pusat dalam bentuk dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil, dan dana otonomi khusus. Sebanyak 30 persen lainnya adalah kegiatan pemerintah pusat yang dilakukan di daerah. Dengan hanya 35 persen APBN bagi belanja pemerintah pusat untuk keperluannya sendiri, keberhasilan aktivitas pembangunan dari perputaran 65 persen APBN di daerah menjadi sangat menentukan
Menurut Tagela (2001), beberapa kendala umum yang dihadapi daerah (Kabupaten/Kota) dalam melaksanakan desentralisasi adalah terbatasnya sumber daya manusia, sarana dan prasarana, manajemen, sumber daya alam, pendapatan asli daerah, dan mental aparatur yang sudah terbiasa dengan mengikuti petunjuk atasan. Disamping itu, kesulitan dalam merubah cara pandang masyarakat bahwa mereka adalah bagian dari subjek pembangunan, tidak lagi hanya menjadi objek pembangunan yang menunggu pelayanan.
Pihak DPRD diharapkan dapat menghasilkan peraturan daerah yang memberi iklim kondusif terhadap pembangunan kesehatan di daerah. Kebiasaan ego-sektoral yang selama ini terjadi juga merupakan kendala dalam pelaksanaan desentralisasi kesehatan, karena pembangunan kesehatan hanya dapat berhasil jika terdapat kerjasama lintas sektor yang baik.
Nasib pelaksanaan desentralisasi kesehatan di masa yang akan datang.
Desentralisasi kesehatan di Indonesia saat ini dijalankan dengan tidak ideal. Walaupun beberapa peraturan hukum tentang desentralisasi telah diterbitkan oleh pemerintah pusat namun departemen kesehatan masih terlihat ingin sentralisasi. Di sisi lain pemerintah daerah terpaksa harus desentralisasi karena harus mengikuti peraturan hukum. Akibatnya terjadi pelaksanaan kebijakan yang parsial. Dalam konteks pelaksanaan kebijakan desentralisasi kesehatan di Indonesia, terdapat ketidakjelasan antara keinginan pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk menjalankan desentralisasi dengan total.
Dalam analisis stakeholder ada berbagai pihak yang kuat mendukung desentralisasi antara lain DPR, DPD, Departemen Dalam Negeri, dan sebagian pemerintah daerah. Oleh karena itu, probabilitas amandemen UU 32/2004 kecil.
Kesepakatan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk melaksanakan desentralisasi yang ideal mungkin terjadi. Dalam hal ini harus tercipta keinginan yang besar antara pemerintah pusat dan daerah untuk merealisasi desentralisasi secara total. Pengalaman di berbagai Negara menunjukkan bahwa perbedaan pendapat antara pusat dan daerah merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan desentralisasi.
UU 32/2004 telah menjelaskan bagaimana sejatinya sebuah reformasi dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Namun dalam pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan, masih terdapat ketidaksamaan visi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Pelaksanaan desentralisasi kesehatan yang ideal sebagai usaha untuk mewujudkan visi Indonesia sehat 2010 harus segera direalisasikan mengingat proses pembuatan undang-undangnya yang telah memakan waktu lama. Untuk itu perlu adanya sinergi antara komitmen pemerintah pusat untuk menjalankan desentralisasi kesehatan secara utuh dengan akselerasi sumber daya pemerintah daerah untuk memperjuangkan desentralisasi kesehatan dan sekaligus bertanggungjawab terhadap terjaminnya kualitas pelaksanaan program-program kesehatan di daerah.
1. STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN

1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan atau akan diselenggarakan harus berwawasan kesehatan, setidak-tidaknya harus memberikan kontribusi positif terhadap pembentukan lingkungan dan perilaku sehat. Sedangkan pembangunan kesehatan harus dapat mendorong pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, terutama melalui upaya promotif-preventif yang didukung oleh upaya kuratif-rehabilitatif.

2. Profesionalisme
Pelayanan kesehatan yang bermutu perlu didukung oleh penerapan pelbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapan nilai-nilai moral dan etika. Untuk itu akan ditetapkan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasar kompetensi, akreditasi dan legislasi serta kegiatan peningkatan kuatitas lainnya

3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
Untuk memantapkan kemandirian masyarakat dalam hidup sehat perlu digalang peranserta masyarakat yang seluas-luasnya termasuk dalam pembiayaan. JPKM pada dasarnya merupakan penataan sistem pembiayaan kesehatan yang mempunyai peranan yang besar pula untuk mempercepat pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.

4. Desentralisasi
Untuk keberhasilan pembangunan kese¬hatan, penyelenggaraan pelbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing-masing daerah. Untuk itu wewenang yang lebih besar didele¬gasikan kepada daerah untuk mengatur sistem pemerintahan dan. rumah tangga sendiri, termasuk di bidang kesehatan.

C.EVALUASI PEMBANGUNAN KESEHATAN DI TAHUN 2011
Dengan desentralisasi, kepala daerah menjadi berkuasa penuh termasuk mengeluarkan peraturan daerah yang bisa jadi `bottle neck` bagi kebijakan pemerintah (pusat). Pemerintah daerah seharusnya dapat mendukung pelaksanaan program pemerintah untuk mencapai target-target kesehatan semisal Millenium Development Goals (MDG). Namun saat ini masih ada beberapa daerah yang belum menunjukkan dukungannya.(MenKes, januari 2011)
Menkes mengakui bahwa hingga kini akses kesehatan belum merata di seluruh daerah di Tanah Air terutama di beberapa tempat yang memang sulit dijangkau. Salah satu permasalahan kesehatan yang kita hadapi saat ini adalah belum meratanya akses layanan kesehatan di daerah miskin, perbatasan dan kepulauan terpencil. Untuk itu, di tahun 2011 ini Menkes mengungkapkan program prioritas Kementerian Kesehatan adalah meningkatkan layanan kesehatan bagi masyarakat miskin tersebut.
Caranya adalah dengan meningkatkan kualitas Puskesmas yang menjadi ujung tombak layanan kesehatan masyarakat dengan menggelontorkan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sebesar Rp 75-100 juta per tahun per Puskesmas.
Selain itu, layanan kesehatan masyarakat disebut Menkes juga akan diarahkan lebih ke hulu atau tindakan preventif daripada yang saat ini merupakan tindakan kuratif. "Kita mengusahakan untuk membentuk masyarakat mandiri, tidak menunggu sampai sakit tapi hidup sehat”.(MenKes, januari 2011)
Sosialisasi seperti Perilaku Hidup Bersih Sehat (PBHS) akan digalakkan di masyarakat dengan melibatkan pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat yang melibatkan partisipasi warga seperti Desa Siaga atau Posyandu.
"Tahun 2010 kita masih repot dengan upaya kuratif. Tapi tahun ini kami akan perhatikan betul `primary health care` (layanan kesehatan dasar), tidak hanya puskesmas tapi juga Posyandu, Desa Siaga dan lainnya,"( Menkes, januari 2011)
Jadi pada intinya, Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, apapun peran & program yang dijalankan oleh pemerintah tanpa di dukung oleh partisipasi individu dan masyarakat maka akan mustahil untuk mencapai Indonesia yang sehat.




BAB III
PENUTUP
B. KESIMPULAN
Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikeir atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistic. Paradigm sehat melihat masalah kesehatan yg dipengaruhi oleh banyak faktor yg bersifat lintas sector. Upayanya lebih diarahkan pd peningkatan, pemeliharaan & perlindungan kesehatan, serta tidak hanya berorientasi pada panyembuhan orang sakit atau pemulihan kesehatan.
Paradigma sehat mempunyai orientasi dimana upaya peningkatan kesehatan masyarakat dititik beratkan pada:
 Promosi kesehatan, peningkatan vatalitas penduduk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap penyakit melalui olah raga, fitness dan vitamin.
 Pencegahan penyakit melalui imunisasi pada ibu hamil, bayi dan anak
 Pencegahan pengendalian penanggulangan, pencemaran lingkungan serta perlindungan masyarakat terhadap penganruh buruk (melalui perubahan perilaku)
 Memberi pengobatan bagi penduduk yang sakit, (15%) melalui pelayanan medis.
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah u/ mengurusi urusan “rumah tangganya” sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya.Desentralisasi dalam Pembangunan Kesehatan merupakan tanggung jawab pemerintah dengan melibatkan masyarakat dlm pelaksanaannya.
Oleh karena itu, Kesehatan adalah tanggung jawab bersama setiap individu, masyarakat, pemerintah & swasta sehingga apapun peran yg dimainkan oleh pemerintah, tanpa kesadaran individu & masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yg dapat dicapai.


C. SARAN
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun guna perbaikan makalah selanjutnya.


















DAFTAR PUSTAKA
http://dr-suparyanto.blogspot.com/paradigma-sehat-menuju-indonesia-sehat.html
http://id.wikipedia.org/wiki/desentralisasi.html
http://kesmas-unsoed.blogspot.com/2010/06/promosi-kesehatan-dan-paradigma-sehat.html
http://navy102.wordpress.com/2008/10/07/paradigma-sehat/
http://ophey.blogspot.com/2008/09/nasib-pelaksanaan-desentralisasi-bidang.html
http://www.investor.co.id/home/menkes-desentralisasi-bisa-hambat-pelayanan-kesehatan/4798
http://www.mail-archive.com/dokter@itb.ac.id/msg00008.html
http://www.simpuldemokrasi.com/artikel-opini/2281-desentralisasi-kesehatan-dan-problematikanya.html

jenis-jenis kontrasepsi

NAMA : MUTAHHARAH
NIM : 704 000 090 20
A. PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Salah satu modal dasar pembangunan nasional yang dimiliki oleh rakyat dan bangsa Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar. Jumlah Penduduk yang besar tersebut jika dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif akan merupakan modal pembangunan yang besar dan sangat menguntung¬kan bagi usaha-usaha pembangunan di segala bidang. Untuk itu GBHN 1983 mengamanatkan kebijaksanaan kependudukan yang me¬nyeluruh yang dituangkan dalam program-program kependudukan dan keluarga berencana yang terpadu untuk menunjang pening¬katan taraf hidup, kesejahteraan dan kecerdasan bangsa serta tujuan-tujuan pembangunan lainnya.
Penduduk Indonesia pada tahun 1985 diperkirakan sebesar 164,0 juta dengan pertumbuhan per tahun antara 1980 - 1985 sebesar 2,1%. Dari jumlah penduduk tersebut sekitar 60,9% tinggal di pulau Jawa yang mempunyai luas 6,9% dari luas ne¬gara Indonesia. Keadaan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia masih tinggi sementara persebaran antar daerah kurang merata.
Sehubungan dengan keadaan penduduk Indonesia tersebut, perlu terus ditingkatkan $paya pengendalian pertumbuhan dan persebaran penduduk serta peningkatan kualitas penduduk me¬lalui usaha-usaha antara lain di bidang pendidikan dan latih¬an, kesehatan, perbaikan gizi serta penyediaan lapangan kerja.
Kebijaksanaan pembangunan juga diarahkan untuk menurun¬kan tingkat kelahiran dan pertumbuhan penduduk. Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut, telah dirumuskan kebijaksanaan ke-luarga berencana untuk mempercepat penurunan tingkat kelahir-an, sekaligus juga diarahkan untuk mempercepat penerimaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS) sebagai cara hidup yang layak dan bertanggung jawab. Kebijaksanaan tersebut selanjutnya telah dipadukan dengan kebijaksanaan pembangunan sektor-sektor yang langsung maupun tidak lang-sung berpengaruh terhadap penurunan tingkat kelahiran.
Konperensi Kependudukan dan Pembangunan tahun 1994 (ICPD), di Cairo menyepakati pendekatan baru yang berbeda dengan pendekatan Pembangunan Kependudukan sebelumnya. Pembangunan kependudukan yang sebelumnya lebih menekankan pada pendekatan demografis atau kuantitas, diubah menjadi pendekatan yang lebih menekankan pada berbagai hubungan keterkaitan antara penduduk dan pembangunan. Selain itu pendekatan ini lebih memberikan perhatian pada kebutuhan dari perempuan dan pria daripada memberikan perhatian terhadap tercapainya target-target demografis. Keterikatan dengan “Convention on Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW)“, menuntut penyelenggaraan program KB dan kesehatan reproduksi yang lebih berorientasi pada aspek keadilan dan kesetaraan gender. Perubahan lingkungan strategis seperti, hak azasi manuasia, hak reproduksi, demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas telah mengubah paradigma Program KB Nasional dari orientasi demografis, pendekatan target, mobilisasi, dan peranan provider yang lebih besar, kearah paradigma baru. Paradigma baru tersebut lebih menekankan kepada pemenuhan hak-hak azasi manusia khususnya hak-hak reproduksi, pemenuhan terhadap kebutuhan pelanggan, lebih mengutamakan kualitas, dan integrasi pelayanan KB dengan pelayanan kesehatan reproduksi.
GBHN 1999 menegaskan bahwa selain pengendalian kelahiran dan penurunan kematian, diperlukan upaya peningkatan kualitas program KB agar terwujud penduduk Indonesia yang berkualitas. Progam Pembangunan Nasional (Propenas) menetapkan bahwa ada 4 (empat) program pokok yang berkaitan dengan Program KB. Program-program tersebut adalah Program Pemberdayaan Keluarga, Program Kesehatan Reproduksi Remaja, Program Keluarga Berencana, dan Program Penguatan Kelembagaan dan Jaringan KB. Keberhasilan program KB nasional selama ini terukur dari Pada tahun 1987/88 kebijaksanaan dan program keluarga berencana diarahkan pada langkah-langkah antara, lain sebagai berikut:
a. Meningkatkan penerangan dan motivasi keluarga berencana. untuk mendorong tumbuhnya kesadaran akan kebutuhan ter¬hadap keluarga berencana sebagai bagian dari kebutuhan kehidupan mereka.
b. Meningkatkan upaya pelembagaan keluarga berencana mela-lui keikutsertaan masyarakat secara kreatif dan aktif dalam program kependudukan dan keluarga berencana untuk mendorong kesiapan masyarakat untuk mengambil alih peran pengelolaan program.
c. Membina dan mengembangkan pengertian, kesadaran dan per¬ubahan sikap serta tingkah laku yang bertanggungjawab dan rasional terhadap masalah kependudukan dan keluarga berencana bagi generasi muda baik yang berada di bangku sekolah maupun yang tidak.
d. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan teknis operasio¬nal para pengelola dan pelaksanaan program keluarga be¬rencana.
e. Memantapkan kesertaan dalam program KB dengan mendorong pemakaian alat kontrasepsi yang lebih efektif dengan tingkat perlindungan terhadap kehamilan yang lebih tinggi.
f. Memantapkan pemakaian alat kontrasepsi terutama bagi me¬reka yang tinggal di daerah yang sukar dijangkau dan daerah transmigrasi.
g. Meningkatkan keterpaduan dengan program pembangunan lainnya baik dalam bentuk keterpaduan program maupun keterpaduan struktural untuk memelihara kesertaan serta meningkatkan kesejahteraan peserta keluarga berencana.
Gerakan Keluarga Berencana yang kita kenal sekarang ini bermula dari kepeloporan beberapa orang tokoh, baik di dalam maupun di luar negeri. Pada awal abad ke-19, di Inggris, upaya Keluarga Berencana mula-mula timbul atas prakarsa sekelompok orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu. Diantara pelopor Keluarga Berencana itu, Dr. Sulianto Sarosa dari Yogyakarta pada tahun 1952 menganjurkan para ibu untuk membatasi kelahiran mengingat AKB yang cukup tinggi.
Program Keluarga Berencana mengalami perkembangan pesat, baik ditinjau dari sudut tujuan, ruang lingkup geografis, pendekatan, cara operasional, dan dampanya terhadap pencegahan kelahiran. Program Keluarga Berencana dilakukan untuk menjarangkan kehamilan dengan cara pemakaian alat kontrasesi.
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupaan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas. Di zaman modern saat ini, bidan dalam memberikan suhannya dihadapkan dengan mitos-mitos tentang perilaku masyarakat dalam menjalani kehamilan, persalinan, dan nifas. Dimana ada beberapa mitos yang bertentangan dengan kesehatan reproduksi
Untuk mewujudkan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS), maka pelaksanaan program keluarga beren¬cana dipadukan dengan program pembangunan lainnya baik dalam bentuk keterpaduan program maupun keterpaduan struktural. Mengingat adanya saling keterkaitan antara program keluarga berencana dengan program pembangunan lainnya seperti keter¬kaitan ekonomi, sosial dan budaya, maka diperlukan adanya ke-terpaduan struktural. Sejalan dengan hal tersebut, dibentuk forum komunikasi mulai dari tingkat pusat hingga tingkat desa. Di tingkat pusat terbentuk Forum Konsultasi Unit Pelaksana (FKU), di Propinsi, Kabupaten/Kecamatan berupa Kelompok Kerja Fungsional (Pokjanal), di Kecamatan berupa Tim Operasional Keluarga Berencana (Top KB) sedangkan di tingkat Desa berupa Tim Pembina LKMD. Dengan adanya forum komunikasi tersebut berbagai pihak dapat secara langsung mengutarakan masalah yang terjadi serta mencari penyelesaian secara bersama.
B. PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA
Program Pemberdayaan Keluarga diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan keluarga. Keberhasilan program ini ditandai oleh menurunnya jumlah keluarga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, meningkatnya jumlah keluarga yang dapat mengakses informasi dan sumber daya ekonomi bagi peningkatan kesejahteraan keluarganya, meningkatnya kemampuan keluarga dalam pengasuhan anak dan menurunnya disharmoni dan tindak kekerasan dalam keluarga. Untuk mencapai sasara kinerja tersebut dilaksanakan kegiatan program sebagai berikut:
1. Peningkatan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga
Program ini bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan minat, semangat serta ketrampilan keluarga dalam bidang usaha ekonomi produktif, melalui upaya perluasan dan cakupan program dan sekaligus meningkatkan kualitas UPPKS, melalui upaya sebagai berikut;
a. Pembinaan kelompok UPPKS, bertujuan untuk terselenggaranya kemandirian kelompok UPPKS, sebagai kelompok usaha ekonomi produktif yang beranggotakan keluarga (istri) akseptor KB dalam usaha mereka untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
b. Pembinaan permodalan skim Kukesra dan Kukesra Mandiri, sebagai bagian usaha fasilitasi keluarga dalam mengakses permodalan.
c. Perluasan cakupan informasi dan akses sumberdaya ekonomi khususnya terhadap keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I, yang meliputi usaha fasilitasi akses pemasaran prosuksi hasil kelompok usaha ekonomi produktif keluarga ke pasar. Dilakukan melalui bekerjasama dengan pihak BUMN dan swasta.
2. Peningkatan Ketahanan Keluarga
Tujuan program ketahanan keluarga adalah untuk meningkatkan ketahanan keluarga agar memiliki keuletan, ketangguhan dan kemampuan fisik material dan psikis spritual guna mengembangkan diri dan keluarganya secara mandiri sehingga keluarga mampu menangkal pengaruh budaya asing yang negatif dan mencegah serta menanggulangi penyalahgunaan NAPZA oleh anggotanya. Adapun kegiatan yang dialksanakan antara lain;
a. Bina Keluarga (BKB, BKR dan BKL) bertujuan untuk meningkatkan kesertaan keluarga dalam kegiatan pembinaan keluarga sehingga dapat meningkatkan akses informasi yang membutuhkannya. Kegiatannya antara lain dilakukan melalui usaha penumbuh kembangan anak, pembinaan karakter sejak dini.
b. Peningkatan kualitas lingkungan keluarga, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian dan peran keluarga dalam pemeliharaan mutu lingkungan fisik maupun social sehingga dapat tercipta hubungan harmonis dalam keluarga dan lingkungannya
C. PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Program Kesehatan Reproduksi Remaja bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan reproduksi dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga guna mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang.
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, akan dilakukan beberapa kegiatan srtrategis sebagai
berikut :
1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dari pengelola program kesehatan reproduksi remaja (KRR) ditingkat propinsi dan kabupaten/kota.
2. Pengembangan/pembinaan pusat informasi dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja di setiap propinsi.
3. Pengembangan/penyebarluasan prototipe materi KIE kesehatan reproduksi remaja (KRR) di
4. tingkat propinsi dan kabupaten/kota.

D. PROGRAM KELUARGA BERENCANA
Program Keluarga Berencana bertujuan untuk memenuhi permintaan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas serta mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya meningkatkan kualitas penduduk dan mewujudkan keluarga-keluarga kecil berkualitas. Pelaksanaan Program Keluarga Berencana yang akan dilaksanakan pada tahun 2002 ini, B mencakup perlindungan hak-hak reproduksi dalam penyelenggaraan jaminan dan pelayanan KB, peningkatan partisipasi pria, penanggulangan masalah-masalah kesehatan reproduksi, dan kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak.
a. Perlindungan Hak-hak Reproduksi mencakup pengambilan keputusan tentang proses reproduksi yang bebas dari diskriminasi, paksaaan dan kekerasan, seperti hak-hak azasi manusia pada umumnya.
b. Penyelenggaraan Jaminan dan Pelayanan KB, diarahkan untuk memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB & KR. Setiap pelayanan KB & KR baik yang diselenggarakan melalui jalur pemerintah maupun swasta dan LSOM,
c. Peningkatan Partisipasi Pria, bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas pelayanan informasi dan pelayanan KB & KR yang lebih berwawasan kesetaraan dan keadilan gender.
d. Penanggulangan Masalah Kesehatan Reproduksi, bertujuan untuk meningkatkan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi melalui penanggulangan HIV/AIDS, Penyakit Menular Seksual serta pningkatan kesehatan seksual dan penanggulangan keluarga infertile (tidak subur).
e. Upaya Peningkatan Kelangsungan Hidup Ibu, Bayi Dan Anak, dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak. Upaya tersebut dilakukan melalui peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga tentang perencanaan kehamilan.
E. PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN JARINGAN KB
1. Pengembangan Kegiatan Advokasi, Komunikasi, Informasi dan Edukasi, diarahkan untuk mempengaruhi para pengambil keputusan dalam membuat dan memyempurnakan kebijakan publik yang berkaitan dengan program KB Nasional, agar setiap keputusan, peraturan, perundang-undangan dalam bentuk kebijakan publik dapat menguntungkan dan mendukung terhadap upaya mewujudkan keluarga berkualitas.
2. Peningkatan Institusi dan Peranserta Masyarakat, Peningkatan institusi dan peranserta masyarakat diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap terwujudnya keluarga berkualitas melalui peningkatan kepedulian, peranserta masyarakat dan kemandirian dalam Program KB Nasional.
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan, kegiatan guna menunjang peningkatan kinerja operasional program melalui kegiatan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan (termasuk pengarua utaman gender dalam program KB nasional.
4. Pengelolaan Keuangan dan Perencanaan Anggaran, Pengelolaan Keuangan dan Perencanaan Anggaran, diarahkan untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan program KB & KR dan KS & PK dengan memfokuskan pada usaha-usaha terselenggaranya pengelolaan keuangan, inventarisasi kekayaan negara dan penyusunan serta perencanaan program KB Nasional secara searah, terkendali dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai peraturan perundang-undangan.
5. Pencatatan dan Pelaporan Program KB Nasional, termasuk kegiatan pengembangan cakupan jaringan dan sistem teknologi informasi keluarga sejahtera.



DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/31708276/Program-KB-Di-Indonesia
http://www.bkkbn.go.id/Webs/index.php
http://www.tubasmedia.com/berita/kb-bukan-hanya-untuk-perempuan/
http://www.puzip.com/contoh_variabel_penelitian_manajemen_program_kb.html
http://ihramsulthan.com/topik/program+kb+pdf.html

KEHAMILAN YANG DISERTAI PENYAKIT DIABETES, PENYAKIT JANTUNG, DAN GANGGUAN PENCERNAAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini, masih banyak penyakit yang menyertai kehamilan. Banyak penyakit yang baru muncul ketika seorang wanita mengalami kehamilan. Misalnya saja,hipertensi , hiperemeseis gravidarum, masalah pencernaan, dan sebagainya. Selain itu, penyakit yang memang sudah diderita oleh wanita hamil sejak sebelum hamil seperti diabetes mellitus, penyakit jantung, bisa saja memperparah kondisi ibu yang dapat berdampak buruk pada kehamilannya.
Angka lahir mati terutama pada diabetes yang tidak terkendali dapat terjadi 10 kali dari normal angka kematian yang tinggi ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kehamilan dan persalinannya selain itu penyakit jantung pada wanita dengan kehamilan juga merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas. Dengan kemajuan diagnostik, pengobatan medik dan surgical dalam penatalaksanaan penyakit jantung, secara nyata telah menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita penyakit jantung. Namun beberapa hal yang dihadapi wanita berpenyakit jantung yang mengalami kehamilan masih menjadi masalah, karena dapat mengancam jiwa si ibu dan mempengaruhi keadaan janin.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Penyakit yang Menyertai Kehamilan?
2. Bagaimana Kehamilan yang Disertai Penyakit Diabetes Mellitus?
3. Bagaimana Kehamilan yang Disertai Penyakit Jantung?
4. Bagaimana kehmilan yang Disertai Gangguan/Maslah Pencernaan?
C. TUJUAN
1. Mengetahui Penyakit Yang Menyertai Kehamilan
2. Mengetahui Kehamilan Yang Disertai Penyakit Diabetes Mellitus
3. Mengetahui Kehamilan Yang Disertai Penyakit Jantung
4. Mengetahui Kehamilaan Yang Disertai Gangguan/Maslah Pencernaan




BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyakit Yang Menyartai Kehamilan
Pada saat kehamilan kesehatan ibu dan janin adalah sangat penting dan saling mempengaruhi. Kondisi janin yang baik sangat diperlukan tetapi keselamatan ibu menjadi prioritas utama. Idealnya pengobatan ibu dengan obat-obatan, pemeriksaan diagnostik dan pembedahan perlu dihindarkan pada ibu hamil, tetapi bila diperlukan dapat dilakukan.
Kehamilan yang mana ibunya menderita penyakit pastilah tidak sama penanganan atau kadang terdapat perbedaan asuhan yang akan diberikan. Dalam pemberian obat kita harus bisa menghilangkan atau meminimalkan efek samping yang ditimbulkan oleh obat yang diberikan. Karena seperti yang kita ketahui kebanyakan obet dapat memberikan efek teratogenik yang dapat menyebabkan kematian janin. Olehnya itu kita harus bisa mengetahui apa obat yang cock untuk ibu yang tidak membahayakan anaknya. Sehingga dengan penanganan yang tepat penyakit yang menyertai kehamilan dapat meminimalkan efek pada keadaan ibu dan janin.

B. Kehamilan Yang Disertai Penyakit DM
• Definisi
Diabetes mellitus merupakan komplikasi medis yang paling umum terjadi selama kehamilan. Pengendalian kadar glukosa darah adalah hal penting selama kehamilan. Pada pasien yang telah menderita DM sebelumnya jika kemudian hamil maka akan cukup rawan untuk terjadi komplikasi pada janin yang dikandung, dan juga kesehatan si ibu dapat memburuk apabila terjadi komplikasi-komplikasi diabetik. Diabetes Melitus pada kehamilan atau sering disebut Diabetes Melitus Gestasional (DMG) didefinisikan sebagai gangguan toleransi glukosa berbagai tingkat yang diketahui pertama kali saat hamil tanpa membedakan apakah penderita perlu mendapat insulin atau tidak.
Teori yang lain mengatakan bahwa diabetes tipe 2 ini disebut sebagai “unmasked” atau baru ditemukan saat hamil dan patut dicurigai pada wanita yang memiliki ciri gemuk, riwayat keluarga diabetes, riwayat melahirkan bayi > 4 kg, riwayat bayi lahir mati, dan riwayat abortus berulang.
• Diagnosis
Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu dengan factor resiko berupa beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion.
Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
Pada wanita hamil, sampai saat ini pemeriksaan yang terbaik adalah dengan test tantangan glukosa yaitu dengan pembebanan 50 gram glukosa dan kadar glikosa darah diukur 1 jam kemudian. Jika kadar glukosa darah setelah 1 jam pembebanan melebihi 140 mg% maka dilanjutkan dengan pemeriksaan test tolesansi glukosa oral.
Diabetes Melitus pada kehamilan memiliki dampak serius pada ibu dan bayinya bila tidak ditatalaksana dengan baik. Ada 2 jenis DM pada kehamilan yaitu
1) DM yang sudah dialami sejak sebelum hamil (DM pra gestasional);
2) DM yang baru dialami sejak hamil (DM gestasional/DMG).
• Patofisiologi
Pada DMG, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut, akan terjadi suatu keadaan di mana jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi sumber energi dalam plasma ibu bertambah (kadar gula darah tinggi, kadar insulin tetap tinggi).
Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal. (menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai komplikasi).Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami gangguan metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan sebagainya.
• Gejala
Gejala utama dari kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala utama pada penyakit diabetes yang lain yaitu
 sering buang air kecil (polyuri),
 selalu merasa haus (polydipsi), dan
 sering merasa lapar (polyfagi).
Cuma yang membedakan adalah keadaan pasien saat ini sedang hamil. Sayangnya penemuan kasus kasus diabetes gestasional sebagian besar karena kebetulan sebab pasien tidak akan merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya selain kehamilan, dan gejala sering kencing dan banyak makan juga biasa terjadi pada kehamilan normal.
Seperti halnya penyakit kencing manis pada umumnya, pada pemeriksaan gula darah pun ditemukan nilai yang tinggi pada kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan serta bila dilakukan pemeriksaan kadar gula pada urine (air kencing) juga ditemukan reaksi positif. Pemeriksaan ini dapat diulang selama proses pengobatan dengan obat antidiabetes untuk memantau kadar gula darah.


• Komplikasi pada Ibu dan Bayi
Komplikasi yang didapatkan pada ibu dengan diabetes gestasional berkaitan dengan hipertensi, pre-eklampsia, dan peningkatan risiko operasi caesar.
Masalah yang ditemukan pada bayi yang ibunya menderita diabetes dalam kehamilan adalah kelainan bawaan, makrosomia (bayi besar > 4 kg), hipoglikemia (kadar gula darah rendah), hipokalsemia (kadar kalsium dalam tubuh rendah), hiperbilirubinemia (bilirubun berlebihan dalam tubuh), sindrom gawat napas, dan kematian janin. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan peningkatan angka kejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan multiparitas (jumlah kehamilan > 4). Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat dilahirkan karena ketika melahirkan, bahu janin dapat nyangkut serta dan peningkatan jumlah operasi caesar. Hipoglikemia pada bayi dapat terjadi beberapa jam setelah bayi dilahirkan. Hal ini terjadi karena ibu mengalami hiperglikemia (kadar gula darah berlebihan) yang menyebabkan bayi menjadi hiperinsulinemia (kadar hormone insulin dalam tubuh janin berlebihan)
Komplikasi yang dapat terjadi pada diabetes mellitus gestasional adalah :
1. Komplikasi maternal (ibu) : Infeksi saluran kemih, hidramnion, hipertensi kronik, preeclampsia, kematian ibu.
2. Komplikasi fetal (janin) : Abortus spontan, kelainan kongenital, insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian intrauterin.
3. Komplikasi neonatal (bayi usia kurang dari 30 hari) : Prematuritas, kematian intrauterin, kematian neonatal, trauma lahir, hipoglikemi, hipomagnesemi, hipokalsemi, hiperbilirubinemi, sindrom gawat napas, polisitemia, thrombosis vena renalis.
4. Komplikasi anak : Gangguan tumbuh kembang, intelektual, obesitas, sampai diabetes mellitus itu sendiri.
• Pencegahan
Konsensus PERKENI, 1997 menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan penyaring (screening) pada pertemuan antenatal pertama. Bila hasilnya positif maka dapat disimpulkan terjadi diabetes mellitus gestasional. Tetapi bila hasilnya negatif, maka dianjurkan melakukan tes ulangan pada usia kehamilan 26-28 minggu. Dinilai dari keefektifan tes, hasil positif tertinggi akan diperoleh pada kehamilan 26-28 minggu.
Berikut ini adalah kriteria diagnosis dari O’Sullivan-Mahan dan kriteria hasil pemeriksaan berdasarkan modifikasi WHO-PERKENI:
Kriteria diagnosis dari O’Sullivan-Mahan (1964):
Diagnosis Kadar glukosa darah (mg/dl)
Batas nilai normal <90 1 jam pasca puasa <165 2 jam pasca puasa <145 3 jam pasca puasa <125 Diagnosis ditegakkan apabila terdapat dua atau lebih hasil yang abnormal. Kriteria hasil pemeriksaan berdasarkan modifikasi WHO-PERKENI: Kadar glukosa darah (mg/dl) Kriteria >200 Diabetes mellitus
140–200 Toleransi glukosa terganggu
<140 Normal

Pemeriksaan yang dianjurkan dari modifikasi WHO-PERKENI ini adalah pemeriksaan kadar glukosa darah dua jam pasca pemberian beban glukosa 75 gram.
• Penanganan
Secara umum, ada 4 cara pengendalian DMG yaitu perencanaan makan dan aktivitas jasmani, terapi obsetrik, dan obat hipoglikemik oral dan terapi insulin, apabila kadar gula darah terlampau tinggi bisa dilakukan opname untuk regulasi dengan insulin baik intravena maupun suntikan subkutan. Obat tambahan lain bisa dengan vitamin vitamin untuk menjaga kondisi tubuh pasien. Penatalaksanaan DMG bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu, serta kesakitan dan kematian perinatal oleh karena itu harus dilakukan secara terpadu oleh spesialis penyakit dalam, spesialis obstetri ginekologi, ahli gizi dan spesialis anak.
Pemantauan pada ibu dengan DMG meliputi seluruh aspek yang berhubungan dengan resistensi insulin. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan pada periode pasca melahirkan antara lain.
a) gangguan metabolisme glukosa dan
b) risiko cardiovascular disease,
c) Proses menyusui,
d) Penggunaan kontrasepsi,
e) Pencegahan menjadi DM tipe 2.
Meskipun sebagian besar ibu dengan DMG akan kembali normal pasca melahirkan namun tetap ada risiko berkembang menjadi DM tipe 2. Oleh karena itu penatalaksanaan diabetes pada kehamilan sebaiknya dilakukan dengan optimal sehingga dapat menurunkan risiko kematian pada ibu dan bayi.
1. Perencanaan makanan (diet)
Penanganan DMG yang terutama adalah diet, yang perlu diperhatikan dalam pengaturan diet wanita hamil adalah kebutuhan kalori pada wanita hamil tidak sama dengan wanita normal sekalipun wanita hamil tersebut menderita kencing manis.
Dianjurkan diberikan 25 kalori/kgBB ideal, kecuali pada penderita yang gemuk dipertimbangkan kalori yang lebih mudah. Cara yang dianjurkan adalah cara Broca yaitu BB ideal = (TB-100)-10% BB.Kebutuhan kalori adalah jumlah keseluruhan kalori yang diperhitungkan dari:
• Kalori basal 25 kal/kgBB ideal
• Kalori kegiatan jasmani 10-30%
• Kalori untuk kehamilan 300 kalor
• Perlu diingat kebutuhan protein ibu hamil 1-1.5 gr/kgBB
Jika dengan terapi diet selama 2 minggu kadar glukosa darah belum mencapai normal atau normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa di bawah 105 mg/dl dan 2 jam pp di bawah 120 mg/dl, maka terapi insulin harus segera dimulai.
Pemantauan dapat dikerjakan dengan menggunakan alat pengukur glukosa darah kapiler. Perhitungan menu seimbang sama dengan perhitungan pada kasus DM umumnya, dengan ditambahkan sejumlah 300-500 kalori per hari untuk tumbuh kembang janin selama masa kehamilan sampai dengan masa menyusui selesai.
Kenaikan berat badan ibu dianjurkan sekitar 1-2.5 kg pada trimester pertama dan selanjutnya rata-rata 0.5 kg setiap minggu. Sampai akhir kehamilan, kenaikan berat badan yang dianjurkan tergantung status gizi awal ibu (ibu BB kurang 14-20 kg, ibu BB normal 12.5-17.5 kg dan ibu BB lebih/obesitas 7.5-12.5 kg).


2. aktivitas jasmani (Olahraga)
Bersepeda dan olah tubuh bagian atas direkomendasikan pada wanita dengan diabetes gestasional. Para wanita dianjurkan meraba sendiri rahimnya ketika berolahraga, apabila terjadi kontraksi maka olahraga segera dihentikan. Olahraga berguna untuk memperbaiki kadar glukosa darah
3. Terapi Insulin
Penderita yang sebelum kehamilan memerlukan insulin diberikan insulin dengan dosis yang sama seperti sebelum kehamilan sampai didapatkan tanda-tanda perlu ditambah atau dikurangi. Terapi insulin direkomendasikan oleh The American Diabetes Association (1999) ketika terapi diet gagal untuk mempertahankan kadar gula darah puasa < 95 mg/dl atau 2 jam setelah makan kadar gula darah < 120 mg/dl.
4. Terapi obsetrik
Pada penderita diabetes gestational yang tidak berat, dapat dikendalikan gula darah melalui diet saja, tidak memiliki riwayat melahirkan bayi makrosomia, maka ibu dapat melahirkan secara normal dalam usia kehamilan 37 – 40 minggu selama tidak ada komplikasi lain. Apabila diabetesnya lebih berat dan memerlukan pengobatan dengan insulin , maka sebaiknya kehamilan diakhiri lebih dini pada kehamilan 36 – 38 minggu terutama bila kehamilannya diikuti oleh komplikasi lain seperti makrosomia, pre-ekalmpsia, atau kematian janin. Pengakhiran kehamilan lebih baik lagi dengan induksi (perangsangan) atau operasi Caesar.
Wanita dengan diabetes gestasional memiliki risiko meningkat untuk mengalami diabetes tipe 2 setelah melahirkan. Kadar glukosa darah ibu harus diperiksa 6 minggu setelah melahirkan dan setiap 3 tahun ke depan.
Jika pada pemeriksaan berat badan bayi ditemukan bayinya besar sekali maka perlu dilakukan induksi pada minggu ke 36 – 38 untuk mencegah terjadinya komplikasi saat persalinan. Proses persalinan ini harus dalam pengawasan ketat oleh dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis penyakit dalam. Biasanya setelah bayi lahir maka kadar gula darah akan kembali normal, apabila tidak, maka perlu
C. Kehamilan Yang Disertai Penyakit Jantung
• Definisi
Wanita normal yang mengalami kehamilan akan mengalami perubahan fisiologik dan anatomic pada berbagai system organ yang berhubungan dengan kehamilan akibat terjadi perobahan hormonal didalam tubuhnya, Perobahan yang terjadi dapat mencakup system gastrointestinal, respirasi, kardiovaskuler, urogenital, muskuloskeletal dan saraf Perobahan yang terjadi pada satu system dapat saling memberi pengaruh pada system lainnya dan dalam menanggulangi kelainan yang terjadi harus mempertimbangkan perobahan yang terjadi pada masing-masing system, Perobahan ini terjadi akibat kebutuhan metabolic yang disebabkan kebutuhan janin, plasenta dan rahim.
Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan termasuk system kardiovaskuler akan memberikan gejala dan tanda yang sukar dibedakan dari gejala penyakit jantung. Keadaan ini yang menyebabkan beberapa kelainan yang tidak dapat ditoleransi pada saat kehamilan.
• Diagnosis
Dari anamnesis sering diketahui bahwa wanita itu penderita penyakit jantung baik sebelum hamil maupun dalam kehamilan yang terdahulu terutama pada penyakit demam reumatik.
Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria. Diagnosis ditegakkan bila ada satu dari kriteria :
a. Bising diastolic, presistolik, atau bising jantung terus menerus
b. Pembesaran jantung yang jelas
c. Bising sistolik yang nyaring, terutama bila disertai thrill
d. Aritmia
Pada wanita hamil yang tidak menunjukan salah satu gejala tersebut jarang menderita penyakit jantung. Bila terdapat gejala decompensasi jantung pasien harus di golongkan satu kelas lebih tinggi dan segera dirawat
Selain pemeriksaan laboratorium rutin juga dilakukan pemeriksaan :
 EKG untuk mengetahui kelainan irama, kardiomegali, tanda penyakit perikurdium iskemia, atau infark dapat dikemukakan tanda-tanda aritmia.
 Ekokardiografi untuk mengetahui kelainan fungsi dan anatomi dari bilik katup dan pericardium.
 Pemeriksaan radiology dihindari dalam kehamilan, namun jika memang diperlukan dapat dilakukan dengan memberikan perlindungan di abdomen dan pelis.
• Patofiologi
Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan dalam system kardiovaskuler yang baisanya masih dalam batas-batas fisiologik. Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan karena
a. Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan puncaknya pada UK 32-36 minggu
b. Uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke atas, ke kiri, dan ke depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung mengalami lekukan dan putaran.
Volume plasma bertambah juga sebesar 22 %. Besar dan saat terjadinya peningkatan volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah merah ; hal ini mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan darah). 12-24 jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi cairan dari ekstra vascular ke dalam pembuluah darah, kemudian di ikuti periode deuresis pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi (penurunan volume plasa). 2 minggu pasca persalinan merupakan penyesuaian nilai volume plasma seperti sebelum hamil.
Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang sakit tidak. Oleh karena itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan nadi rata-rata 88x/menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan sering terdengar bising sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal. Penyakit jantung akan menjadi lebih berat pada pasien yang hamil dan melahirkan, bahkan dapat terjadi decompensasi cordis.
• Gejala
Keluhan-keluhan yang sering muncul adalah:
 cepat merasa lelah,
 jantung berdebar-debar
 sesak napas, kadang-kadang disertai kebiruan di sekitar mulut (sionosis),serta
 bengkak pada tungkai atau terasa berat pada kehamilan muda.
Manifestasi klinis mudah lelah, nafas terengah-engah, ortopnea, dan kongesti paru adalah tanda dan gejala gagal jantung kiri. Peningkatan berat badan, edema tungkai bawah, hepato megali, dan peningkatan tekanan vena jugularis adalah tanda dan gejala gagal jantung kanan. Namun gejala dan tanda ini dapat pula terjadi pada wanita hamil normal. Biasanya terdapat riwayat penyakit jantung dari anamnesis atau dalam rekam medis. Perlu diawasi saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung yang hamil yaitu :
a. Antara minggu ke 12 dan 32. Terjadi perubahan hemodinamik, terutama minggu ke 28 dan 32, saat puncak perubahan dan kebutuhan jantung maksimum
b. Saat persalinan. Setiap kontraksi uterus meningkatkan jumlah darah ke dalam sirkulasi sistemik sebesar 15 – 20% dan ketika meneran pada partus kala ii, saat arus balik vena dihambat kembali ke jantung.
c. Setelah melahirkan bayi dan plasenta. Hilangnya pengaruh obstruksi uterus yang hamil menyebabkan masuknya darah secara tiba-tiba dari ekstremitas bawah dan sirkulasi uteroplasenta ke sirkulasi sistemik
d. 4-5 hari seetelah peralinan. Terjadi penurunan resistensi perifer dan emboli pulmonal dari thrombus iliofemoral.
Gagal jantung biasanya terjadi perlahan-lahan, diawali ronkhi yang menetap di dasar paru dan tidak hilang seteah menarik nafas dalam 2-3 kali.
Gejala dan tanda yang biasa ditemui adalah dispnea dan ortopnea yang berat atau progresif, paroxysmal nocturnal dyspnea, sinkop pada kerja, nyeri dada, batuk kronis, hemoptisis, jari tabuh, sianosis, edema persisten pada ekstremitas, peningkatan vena jugularis, bunyi jantung I yang keras atau sulit didengar, split bunyi jantung II, ejection click, late systolic click, opening snap, friction rub, bising sistolik derajat III atau IV, bising diastolic, dan cardio megali dengan heaving ventrikel kiri atau kanan yang difus.
• Pengaruh paada kehamilan dan persalinan
Pengaruh Kehamilan dan Persalinan terhadap Penyakit Jantung
 Pada kehamilan 32 – 36 minggu terjadi hipervolumia
 Pada kala II, dimana wanita hamil mengerahkan tenaga untuk mengedan dan memerlukan kerja jantung berat.
 Pada pasca persalinan dimana darah dari ruang intervilus plasenta yang sudah lahir, sekarang masuk kedalam sirkulasi darah ibu.
 Pada masa nifas, kemungkinan terjadi infeksi. ifikasi dan insiden
• Pencegahan
Selain pemeriksaan laboratorium rutin juga dilakukan pemeriksaan :
a. EKG untuk mengetahui kelainan irama dan gangguan konduksi, kardiomegali, tanda penyakit pericardium, iskemia, infark. Bisa ditemukan tanda-tanda aritmia.
b. Ekokardigrafi. Meteode yang aman, cepat dan terpercaya untuk mengetahu kelainan fungsi dan anatomi dari bilik, katup, dan peri kardium
c. Pemeriksaan Radiologi dihindari dalam kehamilan, namun jika memang diperlukan dapat dilakukan dengan memberi perlindung diabdomen dan pelvis.
• Penanganan
Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau ahli jantung. Secara garis besar penatalksanaan mencakup mengurangi beban kerja jantung dengan tirah baring, menurunkan preload dengan deuretik, meningkatkan kontraktilitas jantung dengan digitalis, dan menurunkan after load dengan vasodilator.
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan klasifikasinya yaitu :
 Kelas I
Tidak memerlukan pengobatan tambahan
 Kelas II
Umumnya tidak memerlukan pengobatan tambahan, hanya harus menghindari aktifitas yang berlebihan, terutama pada UK 28-32 minggu. Pasien dirawat bila keadaan memburuk. Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam, namun harus diawasi dengan ketat. Pasien harus tidur malam cukup 8-10 jam, istirahat baring minimal setengah jam setelah makan, membatasi masuknya cairan (75 mll/jam) diet tinggi protein, rendah garam dan membatasi kegiatan. Lakukan ANC dua minggu sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu. Rawat pasien di RS sejak 1 minggun sebelum waktu kelahiran. Lakukan persalinan pervaginam kecuali terdapat kontra indikasi obstetric. Metode anastesi terpilih adalah epidural. Kala persalinan biasanya tidak berbahaya. Lakukan pengawasan dengan ketat. Pengawasan kala I setiap 10-15 menit dan kala II setiap 10 menit. Bila terjadi takikardi, takipnea, sesak nafas (ancaman gagal jantung), berikan digitalis berupa suntikan sedilanid IV dengan dosis awal 0,8 mg, dapat diulang 1-2 kali dengan selang 1-2 jam. Selain itu dapat diberi oksigen, morfin (10-15 mg), dan diuretic. Pada kala II dapat spontan bila tidak ada gagal jantung. Bila berlangsung 20 menit dan ibu tidak dapat dilarang meneran akhiri dengan ekstraksi cunam atau vacum dengan segera. Tidak diperbolehkan memaki ergometrin karena kontraksi uterus yang bersifat tonik akan menyebabkan pengembalian darah ke sirkulasi sistemik dala jumlah besar. Rawat pasien sampai hari ke 14, mobilisasi bertahap dan pencegahan infeksi, bila fisik memungkinkan pasien dapat menyusui.
 Kelas III
Dirawat di RS selam hamil terutama pada UK 28 minggu dapat diberikan diuretic.
 Kelas IV
Harus dirawat di RS . Kedua kelas ini tidak boleh hamil karena resiko terlalu berat. Pertimbangkan abortus terapeutik pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Jika kehamilan dipertahankan pasien harus terus berbaring selama hamil dan nifas. Bila terjadi gagal jantung mutlak harus dirawat dan berbaring terus sampai anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan diuretic biasanya gejala gagal jantung akan cepat hilang.
Pemberian oksitosin cukup aman. Umumnya persalinan pervaginam lebih aman namun kala II harus diakhiri dengan cunam atau vacuum. Setelah kala III selesai, awasi dengan ketat, untuk menilai terjadinya decompensasi atau edema paru. Laktasi dilarang bagi pasien kelas III dan IV.
Operasi pada jantungn untuk memperbaiki fungsi sebaiknya dilakukan sebelum hamil. Pada wanita hamil saat yang paling baik adalah trimester II namun berbahaya bagi bayinya karena setelah operasi harus diberikan obat anti pembekuan terus menerus dan akan menyebabkan bahaya perdarahan pada persalinannya. Obat terpilih adalah heparin secara SC, hati-hati memberikan obat tokolitik pada pasien dengan penyakit jantung karena dapat menyebabkan edema paru atau iskemia miocard terutama pada kasus stenosis aorta atau mitral.


D. Kehamilan Yang Disertai Penyakit Masalah Pencernaan
• Definisi
Gangguan pencernaan wanita hamil disebabkan oleh gangguan hormon kehamilan, janin yang semakin membesar, dan memenuhi rongga perut anda, plus gaya hidup serta pola makan anda sebelum hamil. jadi jika sebelum hamil anda sudah memiliki masalah pencernaan, anda harus ekstra waspada sebab mungkin penyakit itu bertambah parah apabila gaya hidup anda tidak berubah.
1. Hipermesis :
• Definisi
Hipermesis atau mual dan muntah wajar dialami wanita di 12 minggu pertama kehamilannya karena perubahan hormon. Selama trisemester pertama anda dianjurkan untuk mengurangi porsi dan menambah frekuensi makan serta menghindari minuman berkarbonasi. Umumnya mual, atau muntah akan berakhir setelah melewati minggu ke-12 kehamilan.Namun jika mual atau muntah berlangsung lebih lama dan parah sampai anda menderita dehidrasi (hiperemesis gravidarum), Anda harus mewaspadainya sebab bayi didalam kandungan bisa ikut kekurangan cairan. Beberapa indikasi Hiperemesis lain mencakup :
 Rendahnya kadar sodium, klorida, dan potasium dalam darah
 Dalam beberapa kasus, detak jantung bisa lebih dari 100 detak / menit dan tekanan darah menurun.
 Berat badan turun 5% dari berat badan sebelum hamil.
 Ketidakseimbangan gizi dan metabolisme.
 Tidak bisa beraktivitas normal.
• solusi
Solusinya bagi anda penderita hiperemesis parah, anda perlu mendapatkan penanganan langsung di rumah sakit, karena anda perlu diopname untuk mendapatkan cairan dan juga makanan melalui infus sebagai pengganti cairan tubuh atau nutrisi yang hilang. Dokter jaga akan memberi anda obat anti mual dan muntah, serta obat-obatan lain yang akan disesuaikan dengan tingkat keparahan hiperemesis anda. Berikut beberapa hal yang bisa anda lakukan untuk mengurangi masalah ini :

 Istirahat lebih panjang. Bila dokter menyarankan bed rest, lakukanlah meski anda tetap harus sedikit bergerak mengingat otot perlu peregangan.
 Minumlah teh herbal, jahe, atau pepermint. banyaklah minum untuk menggantikan air yang hilang.
 Terapi hipnosis. kendalikan keinginan muntah dengan hipnosis dan andapun bisa meneruskan terapi ini sampai persalinan tiba.
 Jangan segera turun tempat tidur sewaktu bangun pagi tetapi makanlah biskuit dengan teh hangat. Makanan atau minuman hangat bisa meredakan badai di perut anda.
 Hindari makanan berminyak dan berlemak seperti goreng-gorengan dan santan sebab dapat menimbulkan rasa mual dan ingin muntah.
2. Konstipasi
• Definisi
Konstipasi adalah kondisi pencernaan dimana anda bisa buang air besar kurang dari tiga kali seminggu. Konstipasi adalah masalah umum yang dialami wanita hamil dan pasca melahirkan. Hormon kehamilan yang tinggi membuat pergerakan otot pada usus besar melambat. selain itu, janin yang makin besar akan menekan usus besar sehingga mengganggu aktivitas normalnya. Pasca melahirkan, konstipasi diakibatkan oleh episotomi (pengguntingan dan penjahitan kembali bibir vagina), atau pada persalinan caesar, yang mana usus besar lumpuh sementara karena pembiusan. Konstipasi memiliki berbagai gejala seperti sulit buang air besar, kembung, atau bentuk kotoran keras dan kecil-kecil. sebaiknya begitu anda merasakan ingin buang air besar,segeralah ke kamar mandi sebab menahan buang air besar akan membuat konstipasi semakin parah
• Solusi :
 Jalan cepat selama 30 menit perhari dapat membuat usus besar anda menegang sehingga nada tidak merasa kembung
 Minum setidaknya 10 gelas air putih perhari, karena selama kehamilan, jumlah air yang terserap dari pencernaan ke dalam darah meningkat.
 Mintalah resep suplemenkalsium, setidaknya 200 mg per tablet dengan dosis 5-6 kali per hari dan multivitamin yang mengandung ekstra zat besi,folat, dan vitamin B kepada doter kandungan anda. Jika memungkinkan , konsumsilah folat sejak 3-6 bulan sebelum anda hamil.
 memperbanyak konsumsi serat. pilih roti gandum utuh daripada ropi putih biasa. Tambahkan buah dan sayur dengan kulitnya pada menu anda. Pecahkan jadwal makan anda menjadi 5-6 kali makan porsi kecil kaya serat
 Dalam beberapa kasus, pencahar diperlukan untuk kasus konstipasi yang berkelanjutan. dokter kandungan anda akan memberikan resep pencahar yang aman untuk menurunkan ketegangan di dinding usus serta melembutkan kotoran agar dapat keluar dengan mulus.
3. Heartburn
• Definisi
Heartburn atau reflux adalah rasa panas di bagian ulu hati hingga ke kerongkongan karena asam lambung yang meningkat. Hal ini disebabkan oleh tingginya hormon progesteron pada kehamilan trsemester pertama. Bagi penderita sakit lambung (maag), perlu lebih waspada terhadap heartburn.
• Solusi:
 Hindari makanan berlemak, gurih dan gorengan, serta hindaru juga kafein, rokok dan alkohol.
 Kurangi konsumsi sayuran seperti kol, selada dan brokoli yang tinggi gula. meski sehat, sayur-sayuran itu akan meningkatkan jumlah asam di perut.
 Tunggu satu jam setelah makan sebelum anda berbaring.
 Jika anda sedang mengalami heartburn, konsumsi yoghurt atau segelas susu. anda bisa tambahkan sesendok madu ke dalam susu yang hangat.
 Sebelum mengonsumsi obat atau menjalani perawatan untuk masalah fisik ataupun mental, anda perlu menimbang antara manfaat dan resiko. Obat-obatan memiliki manfaat menyembuhkan tetapi bisa jadi ada efek samping terhadap janin.Jadi, selalu konsultasikan kesehatan anda ke dokter kandungan sebelum mengonsumsi obat bebas sekalipun.
4. Hernia hiatus diafragmatika
Hernis histus diafragmatika ialah masuknya bagian atas lambung kedalam lubang diafragma. Kelainan ini seringdijumpai dalam kehamilan kira-kira 17 % terutama dalam kehamilan trisemester III dan sering pada multipara dalam usia lanjut. Kelainan ini akan sembuh sendiri, setelah anak lahir. Penderita mungkin mengeluh tentang ganguan pencernaan berupa pirosis,muntah, kadang-kdang hematisis, berat badan menurun atau kadang-kadang tak ada keluhan sama sekali. Kalau keluhan meningkat, mungkin ada hubungan dengan dua faktor yaitu wanita tersebut telah menderita hernia hiatus dan isi lambung yang bertambah besar, sedangkan kalau mengira gejala-gejala tersebut disebabkan oleh karena hamil biasa, sedang kalau diperiksa dengan foto rontgen mungkin dijumpai adanya hernia. Hernia hiatus jarang mengalami strangulasi hernia dalam kehamilan dan kalau ada biasanya penderita mengeluh sesak napas, sianotik, kadang-kadang dapat jatuh dalam syok.
Penanganannya adalah simptomatik, penderita ditidurkan setengah duduk, makanan diberikan dalam porsi kecil-kecil. Kalau hernia tersebut telah diketahui sebelum hamil, sebaiknya penderita tidak hamil, atau dilakukan operasi lebih dulu.

5. Gastritis
Diagnosis gastritis sering dibuat dalam kehamilan muda, hanya atas dasar keluhan penderita, seperti mual, muntah-muntah, tidak ada nafsu makan, nyeri didaerah epigastrium dan sebagainya. Dan setelah diperiksa dengan teliti ternyata penderita tidak menderita gastritis akan tetapi mungkin emesis (hiperemesis), pirosis, esofagitis. Penderita diobservasi dan ditentukan terapi konservatif seperti gastritis diluar kehamilan .
















BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pada saat kehamilan kesehatan ibu dan janin adalah sangat penting dan saling mempengaruhi. Kondisi janin yang baik sangat diperlukan tetapi keselamatan ibu menjadi prioritas utama. Idealnya pengobatan ibu dengan obat-obatan, pemeriksaan diagnostik dan pembedahan perlu dihindarkan pada ibu hamil, tetapi bila diperlukan dapat dilakukan.
2. Diabetes mellitus merupakan komplikasi medis yang paling umum terjadi selama kehamilan. Pengendalian kadar glukosa darah adalah hal penting selama kehamilan. Pada pasien yang telah menderita DM sebelumnya jika kemudian hamil maka akan cukup rawan untuk terjadi komplikasi pada janin yang dikandung, dan juga kesehatan si ibu dapat memburuk apabila terjadi komplikasi-komplikasi diabetik.
3. Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan termasuk system kardiovaskuler akan memberikan gejala dan tanda yang sukar dibedakan dari gejala penyakit jantung. Keadaan ini yang menyebabkan beberapa kelainan yang tidak dapat ditoleransi pada saat kehamilan.
4. Gangguan pencernaan wanita hamil disebabkan oleh gangguan hormon kehamilan, janin yang semakin membesar, dan memenuhi rongga perut anda, plus gaya hidup serta pola makan anda sebelum hamil. jadi jika sebelum hamil anda sudah memiliki masalah pencernaan, anda harus ekstra waspada sebab mungkin penyakit itu bertambah parah apabila gaya hidup anda tidak berubah.
B. SARAN
1. Sebagai saran kami, sebagai penolong persalinan kita harus bisa mendeteksi secara dini penyakit-penyakit yang menyertai kehamilan sehingga dapat meminimalkan atau menghilangkan resiko cacat atau kematian janin. Kita harus bisa megetahui penanganan yang tepat atau pengobatan yang aman buat kehamilan ibu sehingga persalinan dapat berjalan secara fisiologi. Selain itu, kesadaran dari ibu untuk memeriksakan diri selama hamil sehingga tidak dapat terdeteksi secara dini.