Senin, 21 Maret 2011

pandangan islam tentang kespro

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dan sangat marak dibicarakan akhir-akhir ini, begitu banyaknya fernomena yang terjadi karena kurangnya perhatian terhadap peningkatan mutu kesehatan reproduksi wanita di Indonesia dan meningkatnya kekerasan terhadap kaum wanita pemerkosaan, kehamilan yang tidak diinginkan yang mengakibatkan rentetan masalah yang berkepanjangan umumnya dikalangan wanita khususnya remaja
Fakta mengungkapkan betapa kurangnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan reproduksi mengakibatkan dampak yang begitu fatal, hal ini terlihat dari Angka Kematian Ibu di Indonesia dimana setiap 100.000 kelahiran 307 ibu meninggal dunia. Sebagai perbandingan di Singapura AKI (Angka Kematian Ibu) 6/100.000 kelahiran, Malaysia 39/100.000 kelahiran, Thailand 44/100.000 kelahiran, Vietnam 160/100.000 kelahiran Filipina 170/100.000. Data ini menjelaskan betapa rendahnya kesehatan reproduksi perempuan di Indonesia. Kesehatan reproduksi yang rendah ini berkaitan erat dengan hak-hak reproduksi perempuan yang masih timpang dan tak mendapatkan perhatian yang serius.
Oleha karena itu perlu adanya pengakajiantentang kesehatan reproduksi dan dampak dari masalah kesehatan reproduksi dan bagaimana menanggulangi serta mencegah masalah-masalah yang seharusnya tak terjadi, demi terwujudnya masyrakat yang bsehat dan berkualitas.



B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana Pandangan Islam tentang Kesehatan Reroduksi?
b. Apa Masalah yang Terjadi pada Kesehatan Reproduksi Dalam Dimensi Sosial?
c. Apa yang Perlu Diperhatikan pada Pendidikan Seksualitan Anak?
d. Bagainmana Mewujudkan Prilaku reproduksi Remaja yang Benar dalam Islam?
e. Bagaimana Hubungan Kesehatan Reproduksi Wanita dan Relasi Suami Istri dalam Islam?
C. TUJUAN
a. Mengetahui Pandangan Islam tentang Kesehatan Reroduksi
b. Mengetahui Masalah yang Terjadi pada Kesehatan Reproduksi Dalam Dimensi Sosial
c. Mengetahui Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada Pendidikan Seksualitan Anak
d. Mengetahui Prilaku reproduksi Remaja yang Benar dalam Islam
e. Mengetahui Kesehatan Reproduksi Wanita dan Relasi Suami Istri dalam Islam















BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Reproduksi dalam Pandangan Islam
Keshatan reproduksi menurut WHO adalah keadaan yang menunjukkan kondisi kesehatan fisik, mental dan sosial yang dihubungkan dengan fungsi dan proses reproduksi banyaknya dampak buruk dalm dimensi sosial karena kesehatan reproduksi seseorang yang mengalami gangguan merupakan alasan pokok perlunya tinjauan dari berbagai bidang untuk mencari solusi yang tepat untuk mengatasi hampak buruk tersebut salah satunya dalam bdang keagamaan khususnya pandangan agama islam.
Negara Indonesia merupakan Negara yang mayoritas penduduknya beragama islam, kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia dijalani dengan menganut ajaran-ajaran islam, Islam adalah agama yang sempurna. Islam datang sebagai pedoman yang menyelesaikan segala persoalan kehidupan manusia termasuk di dalamnya dengan masalah kesehatan. Terciptanya kondisi sehat secara fisik dan jiwa sangat terkait dengan faktor lain yaitu pandangan hidupnya. Jauh sebelum kita membicarakan apa dampak seks bebas dan bagaiaman solusinya, Islam mengajarkan konsep filosofi hidup yang benar yaitu keyakinan kuat menempatkan Allah Swt sebagai pencipta dan pengatur hidup manusia. Dia melengkapi hidup kita dengan seperangkat aturan yang terbaik yaitu islam. Inilah konsep hidup yang benar & harus ditanamkan pada remaja.
Pergaulan bebas adalah merupakan bentuk pelanggaran terhadap aturan Allah Swt yang sangat memuliakan pola hubungan dan interaksi antara laki-laki dan perempuan. Allah menjunjung tinggi kehormatan perempuan dengan menghalalkan organ reproduksinya hanya melalui satu pintu yaitu pernikahan. Pernikahan bertujuan untuk melahirkan keturunan dan melestarikan jenis manusia (QS. Annisa [4]:1; QS an-Nahl [16]: 72 ) dan Islam melarang perbuatan zina.
Pernikahan merupakan bentuk kontrol reproduksi perempuan bukan sebagai bentuk penjajahan atas kebebasan perempuan. Dengan menikah perempuan akan lebih dimuliakan karena kemampuannya untuk hamil, melahirkan dan memenuhi hak pengasuhan terhadap anak-anaknya. Inilah fitrah perempuan dan ketika menjalani sesuai fitrah ini akan mendatangkan ketenangan hidup dan terjaga kemuliaannya. Sebaliknya, ketika manusia melakukan pelanggaran, akan mendatangkan kemadharatan yang menghancurkan kehidupannya sendiri.
Hubungan seks di luar pernikahan menunjukkan tidak adanya rasa tanggung jawab dan memunculkan rentetan persoalan baru yang menyebabkan gangguan fisik dan psikososial manusia. Bahaya tindakan aborsi, menyebarnya penyakit menular seksual, rusaknya institusi pernikahan, serta ketidakjelasan garis keturunan. Kehidupan keluarga yang diwarnai nilai sekuleristik dan kebebasan hanya akan merusak tatanan keluarga dan melahirkan generasi yang terjauh dari sendi-sendi agama.
Islam tidak menganggap seks sebagai satu-satunya tujuan pernikahan. Namun terciptanya keturunan merupakan aspek terpenting dalam pernikahan. Kehidupan keluarga mengajarkan seseorang agar bertanggung jawab, mengasihi dan mencintai anggota keluarga, berbagi, dan saling memperhatikan. Keluarga ini yang mampu melahirkan generasi bertaqwa. Cinta yang ditimbulkan antara suami-istri akan berkembang menjadi cinta bagi keturunan yang menyebarkan rahmat bagi semesta alam.
Seperti firman Allah SWT dalamm surat An-nur ayat 21 yaitu: ”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Barang siapa yang mengikuti langkah syetan, maka sesungguhnya dia (syetan) menyuruh perbuatan yang keji dan mungkar. Kalau bukan karena karunia Allah dan Rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun diantara kamu bersih dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah SWT membersihkan siapa yang dikehendaki…”(An-Nuur (24):21).
Dari paparan di atas betapa bahanyanya budaya seks bebas di kalangan remaja, tidak hanya pada remaja itu sendiri tetapi juga pada lingkungan sosial masyarakat. Islam sebagai agama yang paripurna telah mengatur dengan begitu mulianya pemenuhan kebutuhan seksual manusia. Oleh karena itu sebagai orang tua atau tenaga pendidik perlu untuk mengkaji lebih lanjut cara yang benar dalam Islam dalam memberikan pendidikan seks kepada remaja, termasuk juga mengenalkan kesehatan reproduksi yang bijak dan benar sehingga siap menjadi orangtua yang mendidik generasi unggulan.
B. Masalah Kesehatan Reproduksi Dalam Dimensi Sosial
Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan penghambat kemajuannya serta menghalanginya menikmati hak asasi dan kebebasan, yang jug a menghambat tercapainya kesetaraan gender antara perempuan dan laki -laki. Tindak kekerasan terhadap perempuan dianggap sebagai pelanggaran hak asasi dan telah disepakati dalam konferensi dunia tentang hak asasi manusia di Wina 1993. Akan tetapi belum ban yak orang yang mengetahui bahwa tindakan kekerasan, termasuk pelecehan seksual, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Selain dari kekerasan terhadap perempuan ada banyak lagi kondisi karena kesehatan reproduksi seseorang yang tidak baik yang mengakibatkan berbagai msalah antara lain adalah:
Menurut program kerja WHO ke IX (1996-2001), masalah kesehatan reproduksi ditinjau dari pendekatan siklus kehidupan keluarga, meliputi :
1. Praktek tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti mutilasi,genital, deskriminasi nilai anak, dsb);Dibahas dalam pertemuan ICPD ( International conference on population and development) di Kairo bahwa kebiasaan ini meningkatkan kerentanan anak perempuan terhadap hak azasi manusia karena:
a. Sunat perempuan dilakukan terhadap anak perempuan yang tidak bisa memberikan informed consent.
b. Ada kebiasaan di lingkungan budaya tertentu, di mana sunat perempuan mengarah kepada genital mutilation, dan bisa berdampak negatif pada kesehatan perempuan
2. Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa kanak-kanak yang seringkali muncul dalam bentuk kehamilan remaja, kekerasan/pelecehan seksual dan tindakan seksual yang tidak aman);
3. .Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan, persalian dan masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi, anemia, berat bayi lahir rendah;
4. Tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, biasanya terkait dengan isu aborsi yang tidak aman
5. Infeksi saluran reproduksi, yang berkaitan dengan penyakit menular seksual
6. Kemandulan, yang berkaitan erat dengan infeksi saluran reproduksi dan penyakit menular seksual;.
7. Sindrom pre dan post menopause dan peningkatan resiko kanker organ reproduksi;
8. Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah ketuaan lainnya.
Masalah kesehatan reproduksi mencakup area yang jauh lebih luas, dimana masalah tersebut dapat kita kelompokkan sebagai berikut:
Kesehatan reproduksi
1. Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian perempuan yang berkaitan denga kehamilan. Termasuk didalamnya juga maslah gizi dan anemia dikalangan perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan, masalah kemandulan dan ketidaksuburan; Peranan atau kendali sosial budaya terhadap masalah reproduksi. Maksudnya bagaimana pandan gan masyarakat terhadap kesuburan dan kemandulan, nilai anak dan keluarga, sikap masyarakat terhadap perempuan hamil;
2. Intervensi pemerintah dan negara terhadap masalah reproduksi. Misalnya program KB, undang-undang yang berkaitan dengan masalah genetik, dan lain sebagainya.
3. Tersedianya pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, serta terjangkaunya secara ekonomi oleh kelompok perempuan dan anak-anak;
4. Kesehatan bayi dan anak-anak terutama bayi dibawah umur lima tahun;
5. Dampak pembangunan ekonomi, industrialisasi dan perubahan lingkungan terhadap kesehatan reproduksi.
Masalah gender dan seksualitas
1. Pengaturan negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah peraturan dan kebijakan negara mengenai pornografi, pelacuran dan pendidikan seksualitas;
2. Pengendalian sosio -budaya terhadap masalah seksualitas, bagaimana norma-norma.
3. sosial yang berlaku tentang perilaku seks, homoseks, poligami, dan perceraian;
4. Seksualitas dikalangan remaja;
5. Status dan peran perempuan;
6. Perlindungan terhadap perempuan pekerja.
Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan
1. Kencenderungan penggunaan kekerasan secara sengaja kepada perempuan, perkosaan, serta dampaknya terhadap korban;
2. Norma sosial mengenai kekerasan dalam rumah tangga, serta mengenai berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan;
3. Sikap masyarakat mengenai kekerasan perkosaan terhadap pelacur;
4. Berbagai langkah untuk mengatasi masalah- masalah tersebut.
Masalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual
1. Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan gonorhea;
2. Masalah penyakit menular seksual yang relatif baru seperti chlamydia, dan herpes;
3. Masalah HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired immunodeficiency Syndrome);
4. Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit menular seksual;
5. Kebijakan dan progarm pemerintah dalam mengatasi maslah tersebut (termasuk penyediaan pelayanan kesehatan bagi pelacur/pekerja seks komersial);
6. Sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual.
Masalah pelacuran
1. Demografi pekerja seksual komersial atau pelacuran;
2. Faktor-faktor yang mendorong pelacuran dan sikap masyarakat terhadapnnya;
3. Dampaknya terhadap kesehatan reproduksi, baik bagi pelacur itu sendiri maupun bagi konsumennya dan keluarganya
Masalah sekitar teknologi
1. Teknologi reproduksi dengan bantuan (inseminasi buatan dan bayi tabung);
2. Pemilihan bayi berdasarkan jenis kelamin (gender fetal screening);
3. Pelapisan genetik (genetic screening);
4. Keterjangkauan dan kesamaan kesempatan;
5. Etika dan hukum yang berkaitan dengan masalah teknologi reproduksi ini.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi:
1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil);
2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb)
3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb);
4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).
Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dan pria dengan dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan kedalam berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dam pelayanan non kesehatan lain yang terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
C. Pendidikan Seksualitas Anak
Beberapa kalangan tidak menyetujui adanya pendidikan seks diberikan pada anak karena khawatir akan semakin membuat anak ingin tahu dan melakukannya namun ada kalangan yang menyetujui pendidikan seks diberikan sejak usia dini justru untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada anak mereka.
Semua bentuk pendidikan pada dasarnya adalah tanggung jawab utama orang tua sebagai kepala keluarga, termasuk pendidikan tentang seksualitas. Keluarga sebagai faktor utama pembentukan kepribadian seorang anak agar menjadi sosok yang diharapkan. Karena dari lingkungan keluarga anak mulai belajar mengenal dirinya, membentuk dirinya menjadi seseorang yang memiliki pandangan diri yang baik atau buruk (konsep diri). Tetapi, masih banyak orang tua yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pendidikan tersebut (termasuk pendidikan seksualitas) bagi anak-anaknya. Banyak orang tua yang masih enggan untuk memberikan informasi tentang seksualitas pada anak-anaknya. Selain merasa risih dan tabu, mereka juga merasa tidak mempunyai cukup pengetahuan tentang hal tersebut.
Permasalahan diatas bisa disiasati dengan menjalin kerjasama antara orang tua dengan berbagai pihak yang dapat dipercaya, antara lain pihak guru sebagai Pembina bagi anak saat di sekolah, lingkungan sekitar tempat tinggal sebagai komunitas kontrol, maupun orang-orang profesional di bidangnya seperti konselor, psikolog, dan pendidik seksualitas untuk membantu kita memenuhi hak anak agar menjadi manusia seutuhnya. Meskipun ada banyak pihak yang telah membantu mensiasati masalah ini, orang tua tidak bisa langsung lepas tangan begitu saja. Lagi-lagi orang tua diharapkan mampu menjadi sosok pendukung, penyaring, dan penguat terhadap apa yang telah anak pelajari dari pihak-pihak yang telah membantu.
Untuk itulah, diperlukan kerjasama yang baik antara orang tua dengan berbagai elemen pendukung, agar tercipta tumbuh kembang anak yang utuh dan optimal.
Dalam memberikan pendidikan seks pada anak ada rambu-rambu yang harus diperhatikan, diantaranya adalah penyesuaian materi dengan usia anak. Selain hal tersebut, yang harus diperhatikan adalah sbb:
1. Tanamkan rasa percaya pada anak
Seringkali ketika anak menanyakan sesuatu tentang apa yang ia dengar dan ia lihat dari lingkungannya, dan kita anggap itu sebagai sesuatu yang tabu dan memalukan, dengan serta merta kita membentaknya, memarahinya, dan menyuruhnya untuk tidak menanyakan hal-hal seperti itu lagi. Hal ini membuat anak mencari-cari jawaban dari teman-temannya atau sumber-sumber yang tidak bertanggung jawab. Dalam hal ini kepercayaan menjadi sesuatu yang sangat berarti dalam membangun ikatan yang harmonis antara orang tua dan anak. Kepercayaan akan membuat si anak mau jujur dan terbuka akan masalah-masalah yang dihadapinya. Namun, sebuah kepercayaan tidak akan muncul jika si anak tidak merasa nyaman ketika ia mencoba jujur dan terbuka dengan orang tuanya.
2. Tinggalkan saru dan tabu
Perasaan tabu, saru, malu, dan kaku biasanya timbul karena kita masih beranggapan bahwa masalah seksualitas (termasuk didalamnya seks) adalah jorok atau memalukan. Namun, kita harus menyadari bahwa seksualitas adalah bagian dari diri kita yang mesti dipahami oleh kita, juga anak kita. Sehingga kita dan anak kita tahu, mengerti, puas dengan peranannya, dan mampu menyikapinya dengan wajar dan benar.
Sebaiknya, diskusikan masalah ini pada anak dengan tenang. Gunakanlah saat-saat santai, sehingga anak juga tidak merasa malu untuk membicarakannya dengan kita. Akhirnya, anak pun mampu merekam dengan baik hal-hal yang sebenarnya patut untuk mereka ketahui.
3. Bersikap wajar serta menggunakan bahasa yang mudah mereka mengerti
Seringkali sikap malu dan tabu berefek negatif pada hubungan keseharian orang tua dengan anak, hal ini menyebabkan kebanyakan dari orang tua tidak menggunakan bahasa yang sesungguhnya. Pergunakan bahasa yang benar, sopan dan anak mengerti. Seperti misalnya, jika kita ingin menjelaskan alat kelamin, kita bisa mempergunakan istilah “kemaluan”. Kita pun bisa menjelaskan istilah kemaluan pada anak sebagai “suatu bagian tubuh yang membuat kita malu kalau kelihatan oleh orang lain…”. Jangan sesekali mempergunakan istilah atau sebutan “singkong”, “burung”, ataupun lainnya untuk menjelaskan alat kelamin pada anak. Anak akan bersikap wajar jika kita menyampaikannya dengan benar. Sebaliknya, istilah yang tidak-tidak akan menimbulkan kesan lain yang cenderung negatif, jorok, dan sebagainya.
4. Jawablah secukupnya, sesuai dengan apa yang diharapkan anak
Sebelum memberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh anak, sebaiknya cari tahu lebih dulu maksud dan kejelasan dari pertanyaan tersebut pada anak. Sehingga kita tahu benar, jawaban apa yang diinginkan anak. Tidak berlebihan, dapat dimengerti, dan sesuai dengan apa yang diharapkan anak. Jangan pernah melebih-lebihkan jawaban yang tidak diharapkan anak. Hal  ini akan memberi kesan bahwa kita sedang menceramahinya.
5. Jawablah ketika anak bertanya
Ada kalanya kita tidak mesti menunggu sampai anak bertanya untuk menjelaskan apa yang sudah seharusnya mereka ketahui. Tetapi, saat anak bertanya merupakan kesempatan emas bagi para orang tua untuk menjawabnya. Karena saat anak bertanya adalah saat dimana anak sangat membutuhkan informasi tersebut. Anak akan merasa senang apabila hal yang ingin diketahuinya terjawab.
6. Perhatikan untuk usia berapa pendidikan seksualitas diberikan
Banyak hal yang harus diketahui anak tentang seksualitasnya, dan diperlukan waktu yang bertahap sesuai dengan tingkatan usianya agar mereka paham tentang makna seksualitas seutuhnya. Ada kalanya anak terus menerus mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada kita orang tua, yang sepertinya merasa tidak puas dengan satu atau dua kali jawaban singkat dan sederhana dari kita. Jika ini terjadi, yakinkanlah pada anak bahwa apa yang ia tanyakan belum saatnya untuk dijawab. Anak akan mendapat jawabannya pada saatnya nanti. Ini dilakukan untuk mencegahnya dari rasa bingung, karena banyaknya informasi yang ia dapat dan belum pas dengan usia dan juga daya pikirnya.
7. Sisipkan norma agama
Menyisipkan norma agama adalah jalan teraman dalam memberikan pendidikan seksualitas pada anak dan sebagai upaya mendekatkan anak pada sang pencipta. Karena agama merupakan jalan hidup bagi setiap manusia agar tidak berlaku semaunya yang nantinya akan membahayakan diri sendiri.
8. Bersikap konsisten dan menjadi model yang baik
Sebagai orang tua perlu disadari bahwa anak akan lebih mempercayai apa yang ia lihat dibandingkan apa yang ia dengar. Terlebih jika anak melihat ketidaksesuaian antara perkataan dengan perilaku orang tuanya. Jadi jangan pernah menyalahkan anak jika anak tidak lagi mempercayai orang tuanya. Maka sepantasnyalah orang tua mulai bersikap konsisten terhadap perkataan dengan perilaku sehingga kita bisa menjadi model yang baik bagi anak.
9. Gunakan lingkungan sebagai contoh
Banyak kejadian di lingkungan sekitar kita yang sebenarnya bisa kita manfaatkan dengan baik untuk menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan seks dan seksualitas. Tapi, seringkali kita tidak sadar, panik, risih, dan menganggapnya sebagai suatu hal yang bisa merusak mental anak. Selama kita mampu bersikap wajar, maka anak akan menangkapnya sebagai hal yang wajar.

D. Mewujudkan Perilaku Reproduksi Remaja yang Benar dalam Islam
Sebagai generasi muda yang berkualitas, kita harus bisa memiliki keimanan yang tinggi dan mengakar, memiliki pemahaman tentang Islam yang bagus dan memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan kebenaran yang sudah kamu pahami tersebut. Di lain pihak orang tua dan sekolah harus bisa menyempurnakan kewajiban pendidikan yang diembannya agar bisa mewujudkan pribadi-pribadi Islam yang tangguh. Berikutnya negara dibantu dengan dukungan dan kawalan masyarakat harus secara aktif berusaha mewujudkan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang dan pengendalian naluri seksual.
Demikianlah, semua pihak harus berpartisipasi aktif dalam upaya mewujudkan perilaku seksual remaja yang tidak ’sekedar’ sehat tetapi juga benar. Sayangnya, konsep pendidikan kespro remaja yang kemudian diberikan kepada kalian (terutama yang dilakukan oleh LSM-LSM perempuan yang didanai yayasan asing) adalah sebuah model pendidikan yang justru menyesatkan. Konsep pendidikan tersebut adalah konsep pendidikan kespro yang berbasis pada :
1. Asas sekulerisme (yang justru mengajarkan untuk nmeninggalakn ajaran agama dalam mengatur pemenuhan naluri seksualmu),
2. Asas liberalisme (yang ngajarin kamu tuk ngejadiin kebebasan individu termasuk kebebasan bertingkah laku/kebebasan mengatur kehidupan reproduksi sebagai hal yang dijunjung tinggi bahkan mengalahkan pengaturan dari Allah SWT – Sang pencipta manusia berikut naluri seksualnya-),
3. individualisme (yang mengajarkan bahwa masalah seks bebas adalah permasalahan individu orang itu sendiri, yang akan dianggap selesai begitu dia melakukannya suka sama suka dan mau menanggung akibat/resikonya). Alhasil, bukannya semakin berkurang, perilaku seksual bebas remaja malah semakin menjadi-jadi. Terlebih, sistem hidup bernuansa kapitalistik saat ini, yang mengagung-agungkan hedonisme menjadi kondisi yang sangat kondusif bagi hal tersebut.
Usaha Mengatasi Masalah yang Berkaitan dengan Kesehatan Reproduksi Pendidikan Kespro Remaja Perspektif Islam dalah :
1. Mengenal dan memahami karakter diri sebagai remaja
Ada dua permasalahan utama yang seringkali mendominasi kehidupan remaja seusiamu berkaitan dengan perkembangan dan pertumbuhanmu, yaitu dari masalah yang berkaitan dengan sisi individunya dan dari sisi seksualitasnya.
Dari sisi individunya, kamu-kamu biasanya sedang mengalami krisis identitas atau lebih mudahnya sedang bingung mencari jati diri, sehingga tidak heran kalau remaja senang mencoba segala sesuatu yang baru. Umumnya para remaja juga mulai "menarik diri" dari banyak nilai yang selama ini sudah didapatkan dari lingkungan sekitarnya. Pada tahun-tahun "rawan" ini para remaja malah mengambil nilai-nilai dari kelompok mainnya (peer group) dan budaya pop yang ada disekitar hidupnya.
Dalam hal seksualitas, remaja sedang mengalami perkembangan baik dari sisi biologis, fisik, maupun mental. Dari sisi biologis, remaja sedang mengalami perkembangan kemampuan reproduksi yang dari sisi fisiknya terlihat dengan adanya pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder. Ketika perubahan dari masa anak-anak sebelumnya ini tidak difahami oleh orang tua dengan tetap bersikap menafikan keberadaan naluri seksual yang mulai disadari keberadaannya oleh sang remaja tersebut, dengan mengacuhkannya atau malah menghindar untuk membicarakannya daripada berusaha memberikan pengarahan tentang pengaturan pemenuhan naluri seksual tersebut, maka bisa jadi langkah yang diambil orang tua tersebut hanya akan menjadi langkah yang kontra produktif bagi proses pendidikan berikutnya.
2. Mengenali jati diri yang sesungguhnya
Di atas identitas apapun yang sekarang sedang diemban oleh anak remaja , apakah itu sebagai seorang siswa, mahasiswa, anak, kakak, adik ataupun identitas lain, orang tua haruslah selalu menyadari bahwa anaknya adalah seorang hamba bagi penciptanya, yang telah memberikan kesempatan hidup berikut seluruh fasilitas untuk menjalani hidupnya tersebut. Kehidupan anak remaja kita tersebut adalah hidup yang harus dipertanggungjawabkan kelak kepada Sang Pemilik Hidup, sehingga misi yang harus senantiasa diemban dalam hidupnya adalah bagaimana bisa menjalani setiap episode hidupnya dengan ’benar’ sesuai dengan tujuan dihidupkan dan sesuai dengan aturan main yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Sehingga kesadaran inilah yang harus senantiasa ditanamkan oleh orang tua kepada remaja termasuk ketika hendak memenuhi kebutuhan naluri seksualnya, haruslah dilakukan dengan ’benar’ dan sesuai dengan aturan main yang diberikan oleh Tuhannya sehingga kelak remaja mampu mempertanggungjawabkan semua kepada Tuhannya.
Allah berfirman: ”Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat 56)
3. Mengenalai perubahan diri dn bagaimana menykapinya.
Barangkali selama perjalanan perkembangan masa remaja, tidak ada fenomena yang sedramatis dan memiliki pengaruh besar sebagaimana perwujudan dari perkembangan perilaku seksual pada remaja. Pada periode perkembangan seksual, remaja mengalami dua jenis perkembangan utama, yaitu perkembangan seks primer yang mengarah pada matangnya organ seksual (ditandai oleh "mimpi basah" atau menstruasi); dan perkembangan seks sekunder yang mengarah pada perubahan ciri-ciri fisik. (misalnya timbulnya rambut-rambut pubis, perubahan kulit, otot, dada, suara, dan pinggul).
Kedua perubahan ini menuntut adanya proses penyesuaian/adaptasi, baik bagi remaja itu sendiri, maupun bagi orang lain di sekitar remaja tersebut. Menjadikan orang tua sebagai tempat terdekat mereka berbagi keresahan atau kegelisahan menghadapi masa puber ini adalah hal yang sangat tepat. Tentu hal ini membutuhkan peran orang tua untuk bisa mengambil posisi tersebut
4. Memehanmi bahwa naluri seksual yang kamu miliki adalah fitrah
Naluri seksual adalah fitrah bukan berarti bahwa menjadi hal yang wajar jika seorang remaja akhirnya melakukan sex before married sebagaimana yang sering dijadikan dalih oleh remaja yang gemar free sex. Karena arti naluri seksual merupakan fitrah adalah bahwa sejak manusia diciptakan oleh-Nya, telah tercakup di dalamnya keberadaan naluri seksual ini. Karena menjadi bagian dari penciptaan manusia maka keberadaannya tidak bisa dihapuskan atau dinafikan (dianggap tidak ada). Akan tetapi hal itu bukan pula berarti bahwa keberadaan naluri seksual tersebut ’memaksa’ seseorang harus memenuhinya dengan ’main tubruk’ siapa saja yang disenanginya (dengan berzina atau memperkosa mislanya). Maka kecenderungan dalam diri kamu untuk berkelompok dan bergaul dengan sesama, suka dengan lawan jenismu adalah merupakan suatu yang fitri.
Dalam Islam memandang bahwa kecenderungan dan kebutuhan tersebut bukan untuk dinafikan/dihilangkan begitu saja, akan tetapi ia boleh dipenuhi. Hanya saja bagaimana cara pemenuhannya itulah yang kemudian diatur oleh Islam. Ketika manusia butuh makan, Islam tidak melarangnya untuk makan. Namun ketika manusia mau makan, mulai dari apa yang dimakan, bagaimana cara mendapatkan makanan hingga bagaimana cara makan itu ditentukan aturannya oleh Islam. Analog dengan hal tersebut, maka adanya dorongan manusia untuk bergaul dan mencintai lawan jenis bukanlah untuk dihilangkan, namun bagaimana pemenuhannya diatur oleh Islam.
5. Pahami bagaimana cara mengendalikan naluri seksual yang kamu miliki.
Mencegah terjadinya pemenuhan yang keliru (zina dan aktivitas pengantarnya) Mengingat rangsangan yang akan mebangkitkan naluri seksual adalah rangsangan yang bersifat eksternal, maka upaya mencegah bergejolaknya naluri seksual dan mengendalikannnya adalah dengan meminimalisir keberadaan hal-hal yang bisa merangsang bergejolaknya naluri seksual tersebut pada dirimu, kecuali di dalam kehidupan khusus (kehidupan pernikahan).
Sementara dari sisi individu manusianya sebagai sub system dari system yang menaunginya juga harus mencegah dirinya dari melakukan hal-hal yang akan membangkitkan naluri seksualnya di luar lembaga pernikahan.
Islam menganjurkan bagi seseorang yang belum sanggup menikah dan berkeinginan mengendalikan gejolak naluri seksualnya, untuk berpuasa. Puasa ini dilakukan dalam kerangka meningkatkan self controll atau kemampuan mengendalikan diri yang dimiliki seseorang karena dorongan ketaqwaan yang dimilikinya.
”Hai sekalian generasi muda, barangsiapa diantara kamu telah memiliki kemampuan (menanggung beban dan tuntutan pernikahan), maka hendaklah menikah. Karena hal itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa belum mampu, maka hendaklah berpuasa karena puasa adalah perisai baginya.” (HR. Muttafaq alaih)
6. Pahami cara pemenuhan naluri seksual yang benar
Satu-satunya pemenuhan terhadap naluri seksual (hubungan seksual dan juga aktivitas lain terkait) yang diperbolehkan (dihalalkan) dalam Islam adalah yang terbingkai/dilakukan dalam sebuah lembaga pernikahan.
Yakni aktivitas seksual yang dilakukan oleh pasangan suami istri. Hal ini mencakup segala segala aktivitas yang bersifat pribadi dan merupakan interaksi yang bersifat seksual (antara pria dan wanita), mulai dari sayang-sayangan, mesra-mesraan, rayu-rayuan, bercengkerama dan ungkapan kasih sayang lainnya. Dan tidak diperbolehkannya model interaksi yang bersifat demikian ini secara mutlak kalau di luar lembaga pernikahan. Berkaitan dengan hal ini, sangat dianjurkan oleh Islam bagi seseorang yang sudah memiliki kemampuan (kesiapan) menikah untuk segera menikah, dan sebaliknya menjadikan hidup membujang (tabattul) sebagai hal yang tidak dianjurkan (berhukum makruh). Dan merupakan kewajiban bagi wali dan juga Negara untuk memudahkan proses pernikahan ini dan bukannya malah mempersulitnya (ketika tidak ada alasan yang dibenarkan oleh syariat untuk mempersulit pernikahan tersebut)
”Hai sekalian generasi muda, barangsiapa diantara kamu telah memiliki kemampuan (menanggung beban dan tuntutan pernikahan), maka hendaklah menikah. Karena hal itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa belum mampu, maka hendaklah berpuasa karena puasa adalah perisai baginya.” (HR. Muttafaq alaih)
“Barangsiapa yang memiliki kemampuan untuk menikah akan tetapi tidak melakukannya, maka tidak termasuk golongan kami.” (HR. Ad Darimiy)
7. Pahami bagaimana perilaku seksual yang benar
Perilaku seksual yang benar adalah semua perilaku seksual yang sesuai dengan tuntunan syara’ (hukum Allah). Perilaku seksual yang sesuai dengan tuntunan syara’ haruslah memenuhi beberapa hal berikut ini:
a. Dilakukan dalam lembaga pernikahan.
Allah berfirman: “ Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".(QS An Nur 30)Dan tidak diperbolehkan model interaksi yang bersifat demikian ini (seksual) secara mutlak kalau di luar lembaga pernikahan. Tidak ada seks sebelum pernikahan. Dan dianggap aktivitas seksual yang dilakukan di luar pernikahan adalah sebuah kemaksiatan yang berhak dijatuhi hukuman yang setimpal.Allah SWT berfirman:Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk….” (QS Al Isra 32)

b. Dengan orientasi seksual (sebagai tempat pemenuhan) yang benar yakni dengan lawan jenis.
Allah telah menciptakan laki-laki sebagai pasangan dari perempuan, dan sebaliknya, sebagai pasangan suami-istri yang dengannya manusia akan menemukan kecenderungan dan ketentraman. Sebaliknya, Islam memandang upaya mencari kepuasan seksual selain dari/kepada lawan jenisnya (suami/istri) adalah sebuah pelanggaran dan kemaksiatan yang akan mengantarkan pada adzab Allah di akhirat nanti dan juga kerusakan kehidupan di dunia ini.
Allah SWT berfirman, “ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. “(QS. Ar Rum 21)
Rasulullah SAW bersabda, ”Ada tujuh golongan yang tidak akan dilihat (dengan rahmat) di hari kiamat dan tidak Dia sucikan. Dia berfirman kepada mereka, ’Masuklah ke neraka bersama penghuninya yaitu pelaku homoseks, pelaku onani, orang yang menyetubuhi binatang, bersetubuh dengan wanita di lubang belakangnya, lelaki yang bersetubuh dengan seorang wanita dan sekaligus anak wanitanya (incest), orang yang berzina dengan istri tetangganya, dan orang yang menyakiti tetangganya sehingga dia melaknatnya.” (HR. Ath Thabrani)
c. Dilakukan dengan ma’ruf dan sesuai dengan tuntunan Syara’
Ketika aktivitas seksual sudah terbingkai dalam sebuah pernikahan dan dilakukan dengan tempat pemenuhan yang benar (pasangan/lawan jenisnya), maka merupakan suatu kewajiban bagi suami – istri tersebut untuk juga senantiasa menyandarkan pada syara’ (hukum Allah) segala aktivitas lain berkaitan dengan kehidupan seksual mereka. Diantaranya adalah gaya/teknik bersetubuh yang boleh dilakukan. Seorang suami diperbolehkan ’mendekati’ istrinya dengan cara apapun, dari sisi dan tempat manapun selama dalam farji (kemaluan wanita; lubang vagina).
Islam, sebaliknya telah mengharamkan bagi seorang suami yang ’mendekati’ istrinya melalui dubur (lubang belakang). Termasuk cara /teknik mendapatkan kepuasan seksual yang terlarang di sini (selain sodomi) adalah yang membahayakan diri sendiri atau pasangan (suami/istri) nya. Seperti dengan melakukan tindakan kekerasan seperti pada Sado-Masokisme yang hanya akan memperoleh kepuasan ketika melakukan aktivitas seksualnya dengan melakukan kesadisan/kekerasan atau dengan menjadi korban kesadisan/kekerasan, atau dengan melakukan hal yang membahayakan (dharar) lainnya.
”Tidak (boleh) menimpakan bahaya pada diri sendiri dan kepada orang lain” (HR. Ibnu Majah). Bahwa larangan itu merupakan larangan yang bersifat jazim (tegas dan pasti) yang melahirkan hukum haram, dipertegas oleh hadits lain.
Dari Abu Shirmah Malik bin Qais Al Anshoriy, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Barang siapa yang membahayakan, maka Allah akan mendatangkan bahaya, dan barang siapa ysng menyusahkan, maka Allah akan menyusahkan atasnya.” (HR. Abu daud An Nasa’iy dan Tirmidzi)
8. Pahami dan kenali barbagai perilaku seksual yang Salah.
Sebaliknya perilaku seksual yang salah/menyimpang adalah semua perilaku seksual yang melanggar dan tidak sesuai dengan tuntunan syara’ (hukum Allah). Semua perilaku seksual yang salah ini idak hanya akan mengantarkan kerusakan kehidupan manusia, lebih lanjut akan menuai kemurkaan dan adzab Allah SWT di akhirat nanti.
Rasulullah SAW bersabda, ”Ada tujuh golongan yang tidak akan dilihat (dengan rahmat) di hari kiamat dan tidak Dia sucikan. Dia berfirman kepada mereka, “ Masuklah ke neraka bersama penghuninya yaitu pelaku homoseks, pelaku onani, orang yang menyetubuhi binatang, bersetubuh dengan wanita di lubang belakangnya, lelaki yang bersetubuh dengan seorang wanita dan sekaligus anak wanitanya (incest), orang yang berzina dengan istri tetangganya, dan orang yang menyakiti tetangganya sehingga dia melaknatnya.” (HR. Ath Thabrani)
Termasuk di dalam perilaku seksual yang salah tersebut diantaranya adalah:
a. sex before married, dilakukan tanpa/diluar lembaga pernikahan
b. Bebas orientasi seksual/tempat pemenuhan, tidak hanya dengan lawan jenisnya, seperti:
Homoseksual/lesbian: mencari dan mendapatkan pemuasan seksual dari jenis kelamin yang sama; sesama pria (homo) atau sesama wanita (lesbian)
Fetihisme: mencari dan mendapatkan pemuasan seksual dengan memakai sebuah benda kepunyaan seks (jenis kelamin) lain, misal pakaian dalamnya, rambutnya, sepatu, dsb.
Pedofilia: untuk mencapai pemuasan seksual harus memakai obyek seorang anak.Bestialitas: mencari pemuasan seksual dengan binatang
Nekrofilia: mencari pemuasan seksual dengan mayatc. Bebas teknik pemuasan, dengan cara sodomi, menggunakan kekerasan, pesta seks dengan lebih dari satu cewek atau cowok sekaligus, dlld. Perilaku seksual lainnya yang bertentangan dengan tuntunan syara (Islam), misal:
Transvetitisme: mencari rangsangan dan pemuasan seksual dengan memakai pakaian dan berperan sebagai seorang dari jenis kelamin yang berlainan.
koprofilia: didefekasi, mendefekasi partner, atau memakan feses/kotoran manusia untuk mendapatkan pemuasan seksual
urolagnia: sama dengan koprofilia tetapi menggunakan urine/air kencing
sadisme: untuk mencapai rangsangan dan pemuasan seksual harus dengan menyakiti (secara fisik dan psikologik) obyek seksualnya.
Masokisme: terangsang dan terpuaskan kalau disakiti oleh obyek seksualnya.
Sado-masokisme: Sadist yang juga menjadi masokist
9. Pahami resiko perilaku seksual yang salah/menyimpang
Memahami akibat dari melakukan suatu kesalahan bisa menjadi pelajaran bagi remaja untuk mencegahnya melakukan kesalahan tersebut. Diantara akibat/resiko melakukan seks bebas (seks pranikah) yang dilakukan oleh remaja adalah terjadinya kehamilan yang tidak diharapkan/diinginkan (KTD), dan tertularnya penyakit menular seksual (PMS) atau terkena infeksi menular seksual (IMS) seperti AIDS, Sifilis, jengger ayam, dsb.
Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) adalah suatu kehamilan yang karena suatu sebab maka keberadaanya tidak diinginkan oleh salah satu atau kedua calon orang tua bayi tersebut. Kehamilan yang tidak direncanakan sebelumnya bisa merampas "kenikmatan" masa remaja yang seharusnya dinikmati oleh setiap remaja, lelaki maupun perempuan. Ada dua hal yang bisa dan biasa dilakukan oleh remaja jika mengalami KTD:
a) mempertahankan kehamilan atau
b) mengakhiri kehamilan (aborsi).

10. Kenali organ-organ reproduksimu beserta fungsinya dan bagaimana perawatan yang mesti kamu lakukan.
Agar seorang remaja kelak bisa menjalankan fungsi reproduksinya dengan tepat, tentu saja dia harus mengenali organ-organ reproduksinya, fungsi yang bakal dijalankannya dalam proses reproduksi tersebut dan tentu saja hal itu tidak akan bisa dilakukan kalau organ-organ reproduksi tersebut tidak terawat sejak awal. Sehingga informasi tentang semua hal ini juga harus diberikan.
E. KesehatanReproduksi Perempuan dan Relasi Suami-Istri dalam Perspektif Islam
Hadis yang banyak dikutip para ulama tentang relasi suami dan istri lebih menekankan kewajiban istri untuk melayani suami. Wacana yang dibangun sering kurang berimbang sehingga menciptakan standar ganda dalam hubungan suami-istri. Yaitu di satu sisi, suami lebih sering ditekankan tentang hak-hak atas istrinya; disisi lain, istri lebih sering ditekankan tentang tanggung jawab (kewajiban) terhadap suami. Implikasinya banyak istri yang tidak tahu bahwa ia pun berhak menikmati hubungan seksual, memiliki keturunan, menentukan kehamilan, merawat anak, cuti reproduksi dan menceraikan pasangan.
Relasi suami dan istri yang timpang sebenarnya tidak akan ditemukan bila kita mengetahui hakikat pernikahan. Hakikat pernikahan tertinggi secara indah di gambarkan dalam al-Qur’an yang artinya: Dia telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Dia menciptakan istrinya agar merasa senang kepadanya. Setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Tatkala dia merasa berat, keduanya, suami-istri, bermohon kepada Allah seraya berkata, “sesungguhnya jika engkau member kami anak yang shaleh tentulah kami termsuk orang-orang yang bersyukur”. (QS Al-Araf (7): 189).
Menurut ayat tersebut pernikahan adalah penyatuan kembali pada bentuk asal kemanusiaan yang hakiki, yakni nafsin wahidah (diri yang satu). Allah SWT sengaja menggunakan istilah nafsin wahidah karena dengan istilah ini ingin ditunjukan bahwa pernikahan pada hakikatnya adalah reunifikasi antara perempuan dan lelaki pada tingkat praktik. Setelah didahului reunifikasi pada tingkat hakikat yaitu kesamaan asal-usul kejadian umat manusia dari diri yang satu. Dengan pernikahan sebagai pengejawantahan dari reunifikasi kemanusiaan, didalamnya seharusnya tidak diperhitungkan lagi antara kepentingan lelaki di satu pihak dan kepentingan perempuan di pihak lain secara dominatif apalagi subordinatif oleh salah satu pihak.
Dengan demikian di sini tidak dikenal konsep kepemilikan yang sentralistik pada diri lelaki. Di sini tidak pula dikenal konsep dominasi oleh salah satu pihak. Oleh karena itu, sangat tepat apabila Wahbah al-Zuhaili membuat definisi nikah sebagai ikatan yang ditentukan oleh pembuat hokum syar’I yang memungkinkan laki-laki untuk istimta (mendapatkan kesenangan seksual) dari istrinya demikian juga bagi perempuan untuk mendapatkan kesenangan seksual dari pihak suaminya. Oleh karena itu relasi suami dan Istri dalam Islam merupakan relasi keadilan dan kesetaraan.
Pada saat relasi antara suami dan istri tidak terdapat ketimpangan, maka sangat mungkin bagi seorang perempuan mendapatkan hak-haknya termasuk hak reproduksi. Hak reproduksi merupakan kesempatan dan cara membuat perempuan mampu dan sadar memutuskan serta melaksanakan keputusan-keputusannya yang berkaitan dengan fungsi reproduksinya secara aman dan efektif. Ketika hak reproduksi terpenuhi maka kualitas perempuan akan terjamin, bisa sehat dan selamat dalam menjalankan proses reproduksi. Dengan sendirinya manusia-manusia yang akan dilahirkan darinya, dididik dari asuhannya dan didampingi oleh kebersamaanya akan sehat dan tinggi kemampuan dan kualitasnya.
Kualitas Perempuan atau perempuan berkualitas dalam terminology Islam dikenal dengan mar’ah ash-shalihah atau perempuan shalih. Shalih secara literal diartikan sebagai lawan kata dari fasid atau rusak. Makna yang menunjukan bahwa sesuatu itu tidak rusak adalah makna-makna shalih seperti sehat, kokoh, kuat, layak, sesuai, tepat bermanfaat, damai dan baik. Dalam kaitannya dengan hak reproduksi, perempuan yang shalihah adalah yang secara sadar dan mengerti, dapat menjalankan fungsi-fungsi reproduksinya dengan benar, sesuai tepat dan sehat baik fisik-biologis mental maupun social. Hanya dengan kualitas perempuan seperti inilah kita bisa memperbaiki takdir AKI yang tinggi di Indonesia. Bukan hanya itu kualitas perempuan shalihah akan membuat kehidupan lebih baik lagi.
























BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dan sangat marak dibicarakan akhir-akhir ini, begitu banyaknya fernomena yang terjadi karena kurangnya perhatian terhadap peningkatan mutu kesehatan reproduksi wanita di Indonesia dan meningkatnya kekerasan terhadap kaum wanita pemerkosaan, kehamilan yang tidak diinginkan yang mengakibatkan rentetan masalah yang berkepanjangan umumnya dikalangan wanita khususnya remaja
2. Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan penghambat kemajuannya serta menghalanginya menikmati hak asasi dan kebebasan, yang jug a menghambat tercapainya kesetaraan gender antara perempuan dan laki -laki. Tindak kekerasan terhadap perempuan dianggap sebagai pelanggaran hak asasi dan telah disepakati
3. Beberapa kalangan tidak menyetujui adanya pendidikan seks diberikan pada anak karena khawatir akan semakin membuat anak ingin tahu dan melakukannya namun ada kalangan yang menyetujui pendidikan seks diberikan sejak usia dini justru untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada anak mereka.
4. Sebagai generasi muda yang berkualitas, kita harus bisa memiliki keimanan yang tinggi dan mengakar, memiliki pemahaman tentang Islam yang bagus dan memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan kebenaran yang sudah kamu pahami tersebut.
5. Hadis yang banyak dikutip para ulama tentang relasi suami dan istri lebih menekankan kewajiban istri untuk melayani suami. Wacana yang dibangun sering kurang berimbang sehingga menciptakan standar ganda dalam hubungan suami-istri. Yaitu di satu sisi, suami lebih sering ditekankan tentang hak-hak atas istrinya; disisi lain, istri lebih sering ditekankan tentang tanggung jawab (kewajiban) terhadap suami. Implikasinya banyak istri yang tidak tahu bahwa ia pun berhak menikmati hubungan seksual, memiliki keturunan, menentukan kehamilan, merawat anak, cuti reproduksi dan menceraikan pasangan.
B. SARAN
Ada banyak hal yang bisa kita lakulan untuk mengtasi berbagai permsalahan kesehatan reproduksi antara laian adalahsebagai berikut :
1. Kesadaran akan pentingnya masalah kependudukan sudah dimulai sejak bumi dihuni oleh ratusan juta manusia untuk dapat menyelamatkan nasib manusia di muka bumi, masih terbuka peluang untuk meningkatkan kesehatan reproduksi melalui gerakan yang lebiih intensif.
2. Melakukan gerakan KB, Tanpa gerakan KB yang intensif, dikhawatirkan manusia akan terjebak dalam kemiskinan, kemelaratan, kebodohan yang merupakan malapetakan bagi manusia yang sangat dahsyat dan mencekam.
3. Kematian dan kesakitan pada antenatal, postnatal dan neonatal sudah lama menjadi masalah, khusus di negara berkembang. Sekitar 20-50% kematian perempuan usia subur diakibatkan  oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran. Oleh karena itu dilakukan gerkan sayang ibu
4. Melakukan Pendektan social budaya ,dengan pemberian penyuluhan tentang kesehatan reproduksi, baik disekola-sekolah maupun di linhkungan masyarakat, , biasanya dilakukan dalam acara pengajian, pertunjukan seni dsb, untuk menarik perhatian target.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar